Krisis ekonomi internasional yang terjadi dewasa ini, merupakan buah dari sistem busuk yang kita sebut dengan sistem kapitalisme. System ekonomi penghisap ini telah memporak-porandakan kehidupan manusia dibelahan dunia manapun, tak terkecuali Indonesia. Dengan jargon kesetaraan dunia tanpa batas, trend pasar bebas-pun dijadikan sebagai palang pintu masuk untuk merampok dan menjarah kekayaan alam Negara-negara dunia ketiga. Akan tetapi yang terjadi sebaliknya, pasar bebas yang mengabdi kepada mekanisme pasar, justru semakin membuat rakyat dunia ketiga semakin miskin. Bahkan krisis dunia yang terjadi sekarang ini, tak pelak juga ikut menyeret arus ekonomi domestik Negara kita untuk berbenah dan mengantisipasi krisis, termasuk disektor ketenagakerjaan tentunya. Pemerintah pada tanggal 24 oktober, melalui 4 (empat) menteri sekaligus, yakni ; Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Suparno, Menteri Perindustrian Fahmi Idris, Menteri Dalam Negeri Mardiyanto dan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, telah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama nomor PER.16/MEN/X/2008, 49/2008, 922.1/M-IND/10/2008 dan 39/M-DAG/PER/10/2008, tentang “Pemeliharaan momentum pertumbuhan ekonomi nasional dalam mengantisipasi perkembangan perekonomian global”. Sekaligi lagi, kaum buruhlah yang menjadi korban akibat krisis kapitalisme dunia ini, dengan terbitnya Surat Keputusan Bersama tersebut.
Dalam SKB ini, disyaratkan bahwa untuk mengantisipasi gejolak ekonomi dalam Negara Indonesia, termasuk di daerah, maka Upah Minimum sebagai salah satu komponen dalam ketenagakerjaan harus dibahas secara “BIPARTIT”, antara pihak pengusaha dan buruh (Pasal 2 Huruf a point 2 dalam SKB). Ini jelas merupakan sebuah pukulan telak terhadap kaum buruh, mengingat upah akan diserahkan sepenuhnya dalam mekanisme pasar, dimana pemerintah tidak lagi memiliki peran apa-apa dalam menentukan komponen upah minim tersebut. Padahal Undang-undang telah mengatakan secara jelas bahwa komponen Upah minimum menjadi kewenangan penuh pemerintah untuk menetapkannya (Pasal 88 ayat (2) dan pasal 89 ayat (3) Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan), berdasarkan rekomendasi dari Dewan pengupahan propinsi/kabupaten/kota masing-masing daerah (Pasal 21 dan pasal 38 Keppres Nomor 107 Tahun 2004 tentang Dewan Pengupahan). Penetapan SKB ini juga telah melanggar syarat hierarki pembentukan peraturan perundang-undangan, dimana SKB tersebut sangat bertentangan dengan Undang-undang di atasnya, yakni Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Dari situasi tersebut di atas, maka kami dari Aliansi Buruh Menggugat (ABM) Kalimantan Timur, menyatakan sikap secara tegas :
1. Menolak Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 menteri Nomor : PER.16/MEN/X/2008, 49/2008, 922.1/M-IND/10/2008 dan 39/M-DAG/PER/10/2008, tentang “Pemeliharaan momentum pertumbuhan ekonomi nasional dalam mengantisipasi perkembangan perekonomian global”, dimana dalam SKB tersebut, Upah minimum disyaratkan untuk dibahas dalam mekanisme bipartite, yang berarti menghilangkan mekanisme penetapan sebelumnya yang telah diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Bahwa Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 menteri ini, telah melanggar hierarki perundang-undangan, sebagaimana yang telah diatur dalam ketentuan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
3. Bahwa pembahasan komponen Upah Minimum secara “BIPARTIT”, sebagaimana yang diatur dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 menteri tersebut, secara nyata telah melepaskan tanggung jawab pemerintah dalam bidang ketenagakerjaan yang memang telah menjadi kewajiban Negara terhadap warganya, khususnya kepada kaum buruh.
4. Bahwa Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 menteri ini, secara nyata telah melemahkan posisi dan persatuan kaum buruh, sebab jika pembahasan upah minimum dilaksanakan dalam forum “BIPARTIT”, maka pengkotakk-kotakan akan semakin luas dikalangan kaum buruh, yang berate semangat persatuan kaum buruh akan terkubur dengan sendirinya.
5. Meminta dengan tegas kepada pemerintah provinsi Kalimantan Timur, agar pembahasan komponen Upah minimum tetap dibahas dalam ketetuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan mengacu kepada Kebutuhan Hidup Layak (KHL) Provinsi Kalimantan Timur.
6. Menyerukan kepada seluruh kaum buruh di Kalimantan Timur, agar merapatkan barisan, menyatukan kekuatan untuk menggalang tuntutan penolakan terhadap Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 menteri ini.
Demikian pernyataan sikap ini kami buat. Semoga persatuan kaum buruh Kalimantan Timur terus berkobar demi perjuangan kita bersama dalam merebut hak-hak kita yang selama ini telah dirampas.
Samarinda, 30 Oktober 2008
Aliansi Buruh Menggugat
( A B M )
Kalimantan Timur
Phitiri Lari
Koordinator
Minggu, November 02, 2008
Tolak SKB 4 Menteri, Wujudkan Upah Layak Bagi Kaum Buruh Kalimantan Timur
Categories Posted :
statement
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar