Sabtu, Juli 05, 2008

Standar KHL Kota Bontang Rp 1,8 Juta

BONTANG, TRIBUN - Humas Aliansi Buruh Menggugat Kota Bontang, Herdiansyah Hamzah mengungkapkan, pasca kenaikan BBM, standar Kehidupan Hidup Layak (KHL) di Kota Bontang bisa mengalami kenaikan 30 persen atau menjadi sekitar Rp 1,8 juta. Sebelumnya, KHL Bontang 2008 Rp 1.454.096. Saat ditemui, Jumat (27/6), Herdiansyah mengatakan, perhitungan itu berdasarkan rata-rata kenaikan harga BBM sekitar 27 persen dan inflasi yang mencapai 10 persen pasca kenaikan BBM, Mei 2008. Ia menjelaskan, KHL merupakan satu indikator dalam perhitungan upah pekerja. Soal usulan kenaikan UMP (Upah Minimum Provinsi) sebesar Rp 1,3 juta, Herdiansyah mengatakan hal itu sudah wajar mengingat beban kenaikan BBM yang dirasakan masyarakat, khususnya pekerja. Kenaikan UMP katanya akan berimbas pada kenaikan UMK selruh kabupaten/kota.

Dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) katanya, UMK minimal naik 5 persen dari UMP dan paling lambat ditetapkan sebulan setelah UMP ditetapkan. Soal mampu tidaknya perusahaan membayar UMK kata Herdiansyah, juga diatur. Jika perusahaan merasa tidak mampu, mereka bisa melayangkan surat sanggahan kepada Disnaker yang berisi ketidakmampuan membayar sesuai dengan UMK. Disnaker akan melakukan survey untuk membuktikan surat sanggahan tersebut. Jika benar tidak bisa membayar sesuai dengan UMK yang ditetapkan, perusahaan tersebut bisa membayar pekerja dengan upah sebelumnya.

Sementara itu, Kepala Disnaker Anwaruddin menuturkan, karyawan yang bekerja di atas satu tahun dan dalam masa percobaan harus dibayar minimal sama dengan UMK sesuai kemampuan perusahaan. "Seharusnya dibayar karena itu kesepakatan bersama antara pekerja dan pengusaha melalui Dewan Pengupahan Kota Bontang. Pemerintah hanya melegalisir. Untuk UMK Bontang pasca penetapan UMP, Anwaruddin mengaku masih menunggu keputusan gubernur yang sebelumnya dibahas Dewan Pengupahan Provinsi.

"Yang kemarin itu, siapa yang usulkan. Yang memutuskan UMP itu bukan anggota DPR, tetapi Dewan Pengupahan. Kita melihat dulu tidak boleh langsung mengikuti. UMK ketentuannya memang harus mengacu kepada UMP. Kepmennya begitu. UMK tidak boleh di bawah UMP. Tapi kalau sepakat tidak mau diubah dan tetap seperti sekarang. Tidak ada masalah. Namanya kan sepakat, tetapi aturannya seperti itu," ujarnya.

Ia menilai, jika BBM naik, yang harus naik bukan UMK melainkan tunjangan transportasi karena langsung berpengaruh terhadap pekerja. "Yang pernah kita tempuh di sini adalah penambahan tunjangan trasnportasi karyawan. Karena itu kan berpengaruh kepada BBM. Bagaimana dengan kenaikan harga barang lain dengan kenaikan BBM? "Memang naik. Kalau mengikuti KHL perusahaan bangkrut. Kalau bangkrut banyak pengangguran. Yang berdampak bukan cuma upah saja tetapi pada biaya produksi lainnya," ujarnya. (asi)

Sumber : tribunkaltim.com

Tidak ada komentar: