Jumat, November 14, 2008

Ditolaknya Gugatan Apindo di PTUN (Agus: SK Pj Gubernur Soal Kenaikan UMP Sesuai Prosedur)


SAMARINDA. Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, Agus Santoso SH M Hum mengatakan gugatan yang dilayangkan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kaltim, perihal penolakan Surat Keputusan (SK) Kenaikan Upah Minimum Provinsi yang dikeluarkan Pj Gubernur Kaltim Tarmizi A Karim ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) sudah bisa dianalisa sebelumnya. Sesuai analisanya, gugatan itu akhirnya tidak diterima."Betulkan? saya tidak menebak, akan tetapi gugatan itu sudah bisa dianalisa," tegas Agus.

Dijelaskannya, keluarnya SK Pj Gubernur terkait usulan kenaikan UMP itu sudah sesuai prosedur."Kan waktu itu semua pihak hadir lengkap, pihak Apindo maupun dewan pengupah juga ada yang mewakili, turut hadir dipertemuan itu. Sehingga dianggap sudah terwakili. Soal siapa yang ditunjuk mewakili itukan siapa saja bisa. Begitu juga buruh, kan tidak semua hadir. Cukup yang mewakili saja," jelas politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.

Diwartakan, dalam pembicaraan majelis hakim yang dipimpin Slamet Suparjoto SH M Hum selaku hakim ketua didampingi Nur Akti SH dan Rony Erisaputro selaku hakim anggota diputuskan, tidak menerima gugatan yang dilayangkan Apindo.

Persyaratan hukum yang dikeluarkan pemerintah saat mengeluarkan SK tersebut dianggap sudah sesuai prosedur hukum.

Proses hukum selanjutnya akan dikembalikan kepada kedua belah pihak.

Sementara selanjutnya kedua belah pihak diberikan waktu untuk memutuskan langkah hukum selanjutnya. Apakah banding atau tidak. Terserah pihak yang merasa dirugikan.

"Perkara banding atau tidak itu terserah saja. Banding itukan hak setiap orang. Jadi kalau memang Apindo merasa tidak puas dan mau banding silahkan saja. Yang jelas saya melihatnya, prosedur pengeluaran SK itu sudah sesuai dengan ketentuan hukum," pungkasnya.

Dengan ditolaknya gugatan Apindo itu, artinya kenaikan UMP buruh Kaltim, dari Rp815.000 menjadi Rp877.000 beberapa waktu lalu, untuk sementara selamat.(agi)

Sumber : http://www.sapos.co.id/berita/index.asp?IDKategori=89&id=2599

Sabtu, November 08, 2008

UMP Kaltim 2009 Naik Menjadi Rp 955.000


Sumber : tribunkaltim.com

SAMARINDA - Gubernur atas nama Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) akhirnya menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) Kaltim pada tahun 2009 menjadi Rp 955.000. Jika dibandingkan UMP tahun 2008 sebesar Rp 889.465, maka UMP 2009 tersebut mengalami kenaikan sebesar Rp 65.535 atau sekitar 14 persen. Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kaltim, Masri Hadi, mengatakan, ketetapan UMP 2009 itu berdasarkan pembahasan panjang antara Pemprov dalam hal ini Dewan Pengupahan Provinsi, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan pihak buruh yang diwakili sejumlah sarikat buruh dan pekerja.

"Pembahasannya lumayan alot, hingga memakan waktu sekitar dua bulan lebih. Karena usulan jumlah UMP 2009 itu antara pihak Apindo dan Buruh berbeda. Apindo hanya mengusulkan Rp 910.000 dengan berdasar kepada inflasi, sedangkan pihak Buruh sebesar Rp 1.129.650 berdasarkan Kebutuhan Hidup Layak atau KHL di Kaltim saat ini," kata Masri yang sekaligus Kepala Dewan Pengupahan Provinsi Kaltim, Senin (3/11).

Karena itu, Pemprov mengambil jalan tengah, dan akhirnya menjadi ketetapan final yang disetujui oleh mereka. "Karena kalau diikuti kehendak Apindo dan Buruh tidak akan pernah ketemu-ketemu. Kami ambil jalan tengah berdasarkan inflasi dan rasionalisasi KHL Kaltim, pihak mereka berdua akhirnya menyepakati ketetapan UMP 2009 tersebut," terang Masri.

Rabu, November 05, 2008

Mengurai Benang Merah Kegagalan ; Merajut Semangat Baru Persatuan Kaum Buruh


Oleh : Phitiri Lari*

“Kita harus memaknai dan menghargai kegagalan, layaknya kita mengelu-elukan keberhasilan. Dengan demikian kita akan lebih dewasa dalam berbuat dan bertindak untuk menutupi lubang kesalahan yang pernah kita lakukan, dimasa yang akan datang!!!”.

Belajar dari Kelemahan Gerakan!!!
Selama ini, banyak dari kalangan buruh bertanya-tanya dengan penuh keraguan, “mungkinkah suatu saat nanti,nasib kita akan berubah?”. Wajar saja jika pertanyaan ini terlontar, sebab sudah sekian lama kita berjuang, hingga saat ini harapan akan kesejahteraan belum menampakkan batang hidungnya. Sungguh tragis memang, mengingat buruh memiliki peranan dan posisi yang sangat penting dalam perekonomian negara kita. Namun mengapa justru kaum buruh selalu saja di anak tirikan dan dibiarkan terlantar oleh Negara?.

Sejak tahun 2002, terhitung sudah beberapa kali gerakan buruh progresif yang ada di Kaltim, membangun aliansi atau front. Namun ditengah jalan, front tersebut terhenti tanpa ada upaya untuk melakukan rekam jejak perjalanan sebagai bentuk evalusasi, dimana letak kegagalan front yang telah dibangun tersebut. Berikut adalah evaluasi Letak Kelemahan-Kelemahan Gerakan Buruh yang selama ini menjadi benalu dalam mencapai tujuan dan cita-cita perjuangan dalam kerangka pembebasan rakyat tertindas. Ada beberapa faktor yang menyebabkan kemandulan gerakan buruh selama ini, antara lain :

 Elitisme Gerakan Buruh
Elitisme gerakan merupakan bentuk penyakit akut yang menyerang gerakan buruh dan rakyat sejak dulu, tanpa pernah kita menyadarinya secara serius. Pada sisi lain, elitism gerakan ini juga telah mengarahkan kita ke dalam suatu bangunan penafsiran arah gerakan yang salah. Kenapa? Karena sikap elitisme tersebut hanya akan menempatkan posisi gerakan buruh dalam jebakan-jebakan kepentingan (Interest) politik elit dan kaum mapan ynag notabene tidak berkaitan langsung dengan kepentingan dan kebutuhan-kebutuhan pokok kaum buruh pada umumnya. Sikap elitisme ini cenderung manipulatif (Mengingkari fakta dan kenyataan) dan memoderasi (Mengurangi makna kepoloporan sejati dan keberpihakan buruh terhadap kaumnya sendiri) gerakan buruh yang secara tidak langsung membawa gerakan buruh ke dalam barisan elit yang sok mapan, sok berkuasa dan tidak pernah perduli dengan nasib kaumnya karena hanya terfokus dengan kepentingan sendiri. Maka kenyataan dilapangan sering kita temukan bahwa kebanyakan serikat atau organisasi-organisasi buruh lebih memilih isue-isue titipan elit politik (Baik nasional maupun daerah) ketimbang konsisten mengawal isu-isu problem pokok buruh yang lebih real dan mengandung akibat-akibat langsung terhadap propaganda himbauan dan ajakan kepada buruh untuk menyadari dan mengorganisir dirinya untuk melakukan pertanyaan, tanggapan, usulan, protes, penolakan sampai kepada tahap perlawanan yang lebih radikal.

 Watak Sektarianisme
Gejala ini sudah lama menjadi kendala besar dalam konteks bagaimana menyatukan seluruh potensi gerakan buruh, dimana kelompok-kelompok dan organisasi buruh masih terkotak-kotakkan ke dalam warna bendera, tempat kerja (pabrik), jenis pekerjaan, upah yang bebeda, bahkan ada pula perbedaan yang lahir dari suku, ras dan agama. Dan akibat dari semua itu, perpecahan (polarisasi) gerakan yang tak henti-hentinya terbangun dikalangan buruh hingga saat ini. Bagi Pejuang Revolusioner Cuba - Che Guevara, ini adalah sikap kekanak-kanakan dan ketidak dewasaan dalam gerakan yang harus dikikis habis oleh kaum buruh. Bukan saatnya lagi gerakan buruh berdebat masalah latar belakang ideologi, warna bendera dan kebanggaan almamater masing-masing karena hal tersebut hanya akan membawa gerakan yang semakin tidak terkonsolidasi yang secara politik akan semakin melemahkan posisi tawar (Bargaining Position) buruh dimata Rezim.

 Kegagalan Menganalisa Persoalan Dasar Buruh Secara Utuh dan Menyeluruh
Hingga dewasa ini, gerakan buruh masih banyak yang terkesan hanya mampu melihat kontradiksi atau persoalan-persoalan dasar yang dihadapinya dari permukaan atau kulitnya saja secara empirik (yang terlihat oleh mata kepala secara langsung) dan cenderung memudahkan persoalan tanpa pernah berusaha mengurai dan menguliti sistem di balik penindasan massa rakyat selama bertahun-tahun yang disebabkan oleh sistem yang buas,licin dan serakah yakni sistem Kapitalisme, atau yang kini lebih dikenal sebagai system Neo-Liberalisme sebagai wajah barunya.

 Terjebak Dalam Pemujaan Momentum (Spontanitas)
Alasan yang terakhir dan paling mencolok dari rangkaiaan evaluasi kegagalan gerakan buruh adalah kebiasaan membebek dan membonceng terhadap momentum yang ada tanpa berusaha menciptakan momentum perlawanan sendiri. Akibatnya, perlawanan yang dilakukan oleh buruh-pun terjebak dalam pemujaan “Spontanitas” perjuangan yang sifatnya tidak pernah bertahan lama dan secara prinsip tidak mengarah kepada perlawanan yang terorganisir dan tidak terpimpin secara politis. Coba tengok, berapa kali sudah momentum berusaha diinterupsi oleh gerakan buruh dan berapa kali pula gerakan tersebut gagal sebab momentum itu hanya berskala kecil dan bertempo jangka pendek sehingga intensitas dan konsistensi massa tak mampu dijaga. Sebagai contoh yang paling sederhana, kita bias mengukur ledakan perlawanan buruh dalam setahun. Terhitung, mobilisasi perlawanan buruh hanya terjadi sebanyak 2 (dua) kali dalam setahun, yakni ; momentum hari buruh se-dunia (may day), dan momentum pembahasan Upah minimum yang terjadi pada akhir tahun. Selebihnya, respon perlawanan buruh hanya terjadi sesekali pada saat terjadi peristiwa penting, semisal kenaikan BBM, kasus local pada tingkatan pabrik, dll.

Darima Kita harus Memulai???.
Memulai suatu perjaungan, tentu kita perlu untuk menentukan rangkaiaan tahapan awal mengenai apa dan bagaimana kita harus berbuat untuk memajukan gerakan buruh. Ada beberapa hal yang harus kita lakukan, yakni :
a) Menemukan Musuh Bersama.
Jika kita membuka lembaran perjalanan sejarah masa lampau Indonesia, maka kita akan menemukan sebuah fakta fundamental mengenai apa yang melandasi semangat perjuangan Rakyat Indonesia untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan. Secara prinsip, terdapat faktor-faktor yang menjadi kekuatan (spirit) yang menggerakkan perlawanan rakyat Indonesia. Salah satunya adalah, adanya kesamaan musuh, yakni ; kolonialisme atau meminjam istilah Soekarno, “Neo-Kolin”. Walhasil, kesamaan musuh ini, mampu mengikis perbedaan suku, ras, agama, dll, dan pada akhirnya menjadi satu dalam tindakan untuk merebut kembali kemerdekaan yang telah sekian lama dirampas oleh bangsa asing. Persamaan nasib serta cita-cita kebebasan dan kemerdekaan ini, telah menjadi hulu ledak yang sangat dahsyat. Sehingga dari barat ke timur, dari sabang hingga merauke, dari yang tua hingga generasi muda, menjadi hal yang tidak memiliki batasan lagi, menjadi satu dan tidak terpisahkan dalam perjuangan. Lantas pelajaran apa yang bias dipetik oleh kaum buruh dari pengalaman ini???. Ini tentu menjadi hal yang sangat penting untuk kita gali secara mendalam.

Kaum buruh di seluruh pelosok tanah air, semestinya mampu mepnemukan titik temu atau benang merah, “sesungguhnya siapa musuh bersama kaum buruh hari ini?”. Musuh utama kaum buruh Indonesia hari ini adalah ketidakadilan. Apa yang tidak adil? Upah yang rendah, kebebasan berserikat yang dikekang, hak normative yang tidak diberikan, satus kerja yang tidak menentu (Kontrak dan Outsourcing), jam kerja yang padat, dan lain sebagainya yang pada dasarnya tidak memperlakukan buruh layaknya seorang manusia yang beradab. Dan tentu saja ketidakadilan ini tidak lahir begitu saja. Ketidakadilan ini bukanlah takdir pencipta yang membuat kita pasrah untuk menerimanya. Bukan pula akibat dari kebodohan dan kemalasan buruh. Akan tetapi ada yang menciptakan dan membangunnya, yakni : Sistem Ekonomi dan Politik yang kita sebut dengan, “Neo-Liberalisme”.

Neo-liberalisme mencakup bentuk kebijakan ekonomi, serta pelaku yang mengeluarkan kebijakan tersebut melalui keputusan politik. Salah satu contohnya adalah kebijakan ekonomi yang pro-pasar bebas. Bentuk kongkritnya adalah ; pencabutan subsidi public (BBM, TDL, Pendidikan dan Kesehatan), Impor beras dan gula yang mematikan produksi dalam negeri, privatisasi asset atau perusahaan milik Negara, dll. Kebijakan ini lair dari keputusan pemerintah berdasarkan paksaan Negara-negara maju melalui lembaga-lembaga keuangannya (IMF, Bank Dunia, WTO, Paris Club, dll). Pendeknya, Negara-negara imperialis ini merupakan penjahat kelas kakapnya, dan pemerintah adalah kaki tangannya yang setiap saat siap melayani tuannya.

b) Melatih Kerja Bersama Melalui Front Persatuan; Mengikis Perbedaan Asal Usul.
Neo-liberalisme, sebagai musuh bersama kita, bukanlah lawan yang lemah. Akan tetapi, ibaratkan makhluk buas yang licik dan licin, tentu saja membutuhkan kekuatan yag kuat pula untuk mengalahkannya. Untuk itu, kekompakan dan persatuan serta kebersamaan menjadi keharusan awal yang mesti kita lakukan. Salah satu bentuk dari kebersamaan ini adalah, perasaan senasib yang ditunjukkan dengan solidaritas tinggi terhadap setiap persoalan buruh. Selama ini rasa solidaritas ini yang sangat lemah dari kita. Buruh di perusahaan A di PHK, buruh perusahaan B terkadang meganggap itu bukan menjadi bagian dari persoalannya. Dan begitupun sebaliknya. Buruh di sector manufaktur (produksi barang) menuntut kenaikan upah, buruh di sector BUMN merasa tidak perlu untuk membantu karena merasa status social dan pekerjaannya berbeda. Bukankah ini justru menjadi pemecah persatuan dikalangan buruh?. Bukankah ini hanya akan melemahkan perjaungan kita bersama?. Untuk itu, tugas dan tanggung jawab kita untuk menumbuhkan rasa solidaritas bersama tanpa mengenal batasan perusahaan, jenis pekerjaan, ataupun suku, ras dan agama. Pengkotak-kotakan antara buruh, pekerja dan karyawan yang selama 32 tahun sengaja dibangun oleh Orde Baru, sudah saatnya kita buang jauh-jauh. Buruh hanya ada satu, yakni buruh yang mempunyai nasib dan cita-cita yang sama. Cita-cita akan kesejahteraan dan keadilan yang telah lama kita idam-idamkan bersama. Dan untuk mewujudkannya, hanya bias melalui persatuan serta semangat solidaritas yang tinggi antar sesama buruh.


Buruh Bergerak, Tolak PHK
Buruh Berontak, Tolak Sistem Kontrak
Buruh Berkuasa, Rakyat Sejahtera

Salam Solidaritas Selalu…

*Penulis adalah Koordinator ABM Kaltim dan Ketua Serikat Buruh Mandiri Indonesia (SBMI) Kaltim

Membangun Gerakan Buruh Nasional Yang Progresif Melawan Neoliberalisme


Oleh: Yudi Zakaria*

”Besar harapan saya kedepan kita bersama dapat membangun sebuah gerakan yang mandiri
tidak terkooptasi dan terkooporatif dengan musuh-musuh buruh dan rakyat tertindas,
serta mampu manjawab syarat-syarat awal dan utama dari ”lingkaran setan” kemiskinan dan ketergantungan akibat kejahatan Neoliberalisme; pertama Demokrasi (partisifasi aktif rakyat)
untuk meluaskan kesadaran (idiologi) kolektif dalam melawan Imprilaisme;
kedua sumber-sumber pembiyayaan negara untuk kesejahteraan rakyat; ketiga pemenuhan kebutuhan-kebutuhan mendesak rakyat untuk meningkatkan tenaga produktif; keempat program-program peningkatan teknologi”.


Setelah desakan aksi massa rakyat (1998) yang sangat luar biasa/ telah berhasil menumbangkan rezim otoriter soeharto, tahun tahun kemudian adalah massa dimana ”mualai kembalinya” metode-metode aksi-aksi massa sebagai alat perjuangan rakyat. pemahaman gerak sejarah gerakan buruh dalam kesatuan sebuah kesatuan politik bernama nasion Indonesia tidak boleh sama lagi/ tidak akan sama lagi Setelah munculnya gerkan-gerakan buruh Alternatif di negri ini yang memang memegang tugas sejarah, untuk bertugas menjadi cahaya penerang bagi tahapan revolusi pembebasan pada setiap kesadaran kaum tertindas

Perjuangan tidak mustahil jika kaum buruh mempunyai cita-cita. Sejarah sendiri telah membuktikan beberapa kemenangan buruh yang diraih melalui perjuangannya sendiri, kesejahteraan tersebut tentu tidak akan bisa diraih jika buruh tidak memperjuangkannya dengan persatuan dan kesolidan. Pengusaha tidak akan memberikan jika tidak ada tekanan dari kekuatan buruh itu sendiri. Tidak akan ada belas kasihan dari pengusaha atau pemilik modal dan pemerintah atau Negara terhadap perubahan nasib buruh dan peningkatan nilai kemanusiaan kaum buruh (upah dan hak-hak normatif, status, dan kondisi kerja, jam kerja yang lebih pendek, agar buruh bisa berkreasi dan memperluas pengetahuannya tentang dunia). Pendek kata hal itu mustahil jika buruh tidak melakukan perjuangan untuk mendapat hak-haknya. Oleh sebab itu, buruh harus mempunyai cita-cita untuk diraih. Sebuah cita-cita akan masa depan yang lebih baik dan bahwa itu tidaklah tidak mungkin terjadi, yakni merebut kendali pabrik ke tangan persatuan buruh. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut, maka dibutuhkan sebuah alat perjuangan berupa organisasi yang militan atau pantang menyerah, dengan metode gerakan. Alat perjuangan tersebut/ organisasi tidak boleh bersandar pada pimpinan, namun harus berada dalam kontrol semua anggotanya. buruh dalam berjuang haruslah bersatu Tidak hanya di antara kaum buruh sendiri akan tetapi juga dengan sektor lain. bahkan juga dengan warga sekitar pabrik. Sebab, tidaklah mungkin perjuangan buruh akan berhasil tanpa dukungan dari masyarakat sekitar, juga dari sektor lain. .

Berjuang dalam Pabrik/tempat Kerja
Berjuang dalam pabrik/ tempat kerja, harus selalu diperkuat dengan merlibakan anggotanya. Keteribatan anggota yang minim dan hanya diwakilkan oleh pengurus serikat adalah hal yang berbahaya. Karena anggota akan menjadi tidak radikal dan hanya menunggu hasil terlebih kontrol anggota terhadap pengurus tidak terjadi. Adalah hal yang sama-sama kita tahu bahwa berjuang dalam pabrik bukan hanya berhadapan dengan pengusaha (Pemilik modal) tapi juga harus berjuang mendidik anggotaya dan memperluas keanggotaan, dengan kata lain perinsip berjuang dalam pabrik/ tempat kerja adalah Propaganda Perjuangan (selebaran/koran), Ajak/Rekrut, Didik Anggota dan Libatkan dalam Aktifitas Perjuangan Buruh.

Membangun Kawasan/Teritori
Jumlah buruh Indonesia semisal, sangatlah besar dan terkonsentrasi pada pemukiman-pemukiman serta tempat kerja. Membangun kawasan/ teritori, Seperti yang sama-sama kita tahu sejak tahun 2000 penerapan kebijakan-kebijakan Neoliberalisme (pasar bebas) semakin gencar, dalam lapangan perburuhan penerapan Fleksibilitas Pasar Tenaga Kerja; Buruh kontrak, outsorcing, upah murah dan pencabutan-pencabutan subsidi rakyat menjadi agenda utama. Main teritori/ kawasan sangat penting dilakukan organisir dan propaganda terhadap perjuangan menuju sejahtera, hal ini terutama dapat mewadahi mereka yang buruh Kontrak dan Outsoucing yang sangat kesulitan untuk berserikat dalam pabrik, bisa kita organisir dalam wadah kawasan/ teritori (SB Kawasan). Hal ini juga dapat berfungsi untuk menggalang persatuan dengan warga sekitar pabrik/ kawasan hunian buruh.

Membangun Forum Buruh
Forum buruh ini dibangun seyogyanya dapat menjawab problem dalam mengajak Serikat-serikat Buruh tingkat pabrik yang berbeda-beda, jenis pekerjaan, sektor kerja, organisasi, afiliasi. Yang selama ini sangat sulit bersatu dalam membawa aspirasi buruh, juga dapat berfungsi mengikis subyektifitas-subyektifitas dan sebagai forum untuk bertemu antar serikat buruh tingkat pabrik (SBTK/PUK) untuk membicarakan masalah-masalh dalam pabrik/ tingkat kawasan/ tingkat kota/ tingkat propinsi/ bahkan tingkat nasional, mencari solusi bersama dan sebagai posisi tawar kaum buruh itu sendiri.

Agitasi Propaganda yang terukur
Dalam situasi sekarang agitasi pro-paganda sangatlah penting, dalam kerangka mengabarkan perjuangan kaum buruh dan rakyat tertindas lainya terutama tentang apa, bagai mana, metode, capaian dan dengan siapa harus berjuang memperjuangkan hak untuk sejahtera, memang sangat di butuhkan sebenarnya Koran secara nasional yang menyatukan tindakan dan pandangan kaum buruh Indonesia, Hal ini adalah juga sebagai hambatan dari dalam buruh sendiri tidak kalah hebatnya, yakni belum adanya terbitan/ Koran yang secara nasional menyatukan tindakan dan pandangan kaum buruh, tapi juga dibutuhkan terbitan lokal daerah yang reguler.

Membangun organisasi/ Serikat Buruh Nasional Progresif yang tidak Buruhisme
Terdapat hambatan bagi perjuangan buruh di luar dari gerakan buruh itu sendiri. yakni hambatan dari luar gerakan buruh, Neoliberalisme (penjajahan gaya baru) semakin hari semakin menyengsarakan kaum buruh, sementara kini Negara dikuasai oleh kekuatan politik pro-neo liberal dan anti buruh serta masih banyak lagi hambatan dari luar gerakan buruh lainnya seperti banyaknya PHK yang mengurangi anggota serikat buruh, belum adanya kekuatan politik/ Serikat Buruh Nasional Progresif yang cukup kuat untuk memperjuangkan kepentingan kaum buruh, belum terbangunnya persatuan di antara kekuatan kaum buruh, banyaknya LSM yang membuat serikat buruh tidak independen. Disisi lain Belum munculnya tokoh-tokoh buruh yang cukup kuat terutama kaum buruh yang bekerja di pusat pusat modal (Perbankan, pertambangan, telekomunikasi, transportasi dll) sementara serikat buruh kuning oportunis (”bermuka dua”, hari ini menjadi wakil buruh esok menjadi pengacara pengusaha) masih mempunyai pengaruh yang sangat kuat. Padahal, gerakan buruh memiliki potensi untuk membesar. Tidak hanya itu, posisi kaum buruh jelas menentukan hidup matinya sistem kapitalisme. Hal itu semakin diperkuat dengan kembalinya ruh perjuangan kaum buruh, yaitu aksi massa. Namun di sisi lain kita juga masih melihat masih rendahnya kesadaran berorganisasi kaum buruh diakibatkan oleh ketidak tahuan mereka mengenai pentingnya berorganisasi. Sehingga, kaum buruh yang sudah sadar wajib memberikan penyadaran berupa pendidikan, selebaran /Koran dan diskusi-diskusi yang massif. Hal itu penting, demi menguatnya gerakan buruh.

Namun manjadi Pekerjaan Rumah kemudian bagi gerakan buruh Indonesia yaitu bagai mana membagun dan memimpin kaum buruh dalam Perogram yang dilandasi persaman cita-cita kaum buruh dalam wadah persatuan kaum buruh, seperti selama ini kita mengenal Dewan Pengupahan yang anggotanya hanya berbicara khusus pada pengupahan padahal seperti yang sama-sama kita tahu bahwa masalah buruh bukan hanya UPAH, Maka demi keberhasilan perjuangan kaum buruh, maka dibutuhkan sebuah manajemen dan metode perjuangan yang tepat. Dengan demikian, sebuah organisasi yang militan bisa terbentuk sebagai alat perjuangan kuat serta mempunyai daya pukul yang mematikan bagi kapitalisme. Oleh sebab itu, mengusulkan sebuah metode perjuangan yakni metode radikalisasi 3 bulanan. Dalam metode tersebut, terdapat dua bentuk kerja. Kerja bertahap dan kerja simultan. Dalam kerja bertahap, ada 3 tahapan yakni: (1) Investigasi, (2) Penyadaran, (3) Mobilisasi. Tahap (1) Investigasi; merupakan tahap untuk melakukan investigasi mengenai persoalan yang dihadapi rakyat, juga respon rakyat akan persoalannya serta untuk mengetahui alasan rakyat melakukan perlawanan atau kah tidak. (2) Penyadaran; merupakan tahap untuk menentukan isian penyadaran berikut metodenya berdasarkan kesimpulan investigasi. (3) Mobilisasi; tahap terakhir ini merupakan ujian sekaligus mengukur keberhasilan dari dua tahap yang dilakukan sebelumnya. Dalam hal ini, massa harus terpastikan bahwa ia paham mengenai alasan terlibat aksi, tidak hanya sekedar ikut-ikutan. Sementara untuk kerja simultan, ada tiga pekerjaan simultan yang mesti dilakukan, sebagai berikut: (1) Persatuan, (2) Perluasan, dan (3) Dana Juang. Selain kerja bertahap dan simultan, terdapat pula kerja tambahan seperti pembangunan kompartemen (pembangunan wadah budaya, perempuan dst), pendidikan kader maju serta Badan Unit Kontradiksi).
.
Sudah sewajarnya-lah, memang benar-benar berdasar dari situasi obyektif yang di hadapi kaum buruh, bukan saja kaum buruh di kaltim melainkan kaum buruh di seluruh Indonesia dan rakyat tertindas lainya, kelompok buruh dan persatuan-persatuan buruh dan rakyat tertindas lainya yang sadar akan cita-cita perjuangan buruh jangka panjang, yakni membangun suatu tatanan masyarakat yang adil secara ekonomi, politik, sosial dan kebudayaan. Dengan kesadaran, maka selayaknyalah kaum buruh berani berjuang membela martabatnya sebagai manusia pekerja, yang berhak atas segala keindahan dan kebahagiaan di dunia, merdeka sejahtera di tanah dan negri sendiri ***

KAPITALISME SELALU MENGHASILKAN KRISIS DEMI KRISIS, AYO BERSATU; LAWAN DAN HANCURKAN KAKAPITALISME BESERTA ANTEK-ANTEKNYA DI INDONESIA

*Penulis adalah Sekertaris Wilayah Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia-Politik Rakyat Miskin FNPBI-PRM Kaltim.

Minggu, November 02, 2008

Deklarasi Aliansi Buruh Menggugat Kalimantan Timur

DEKLARASI BERSAMA
ALIANSI BURUH MENGGUGAT (ABM) KALIMANTAN TIMUR


“Keberhasilan Perjuangan Buruh, bukanlah terletak dari hasil langsung yang didapatkan. Akan tetapi, dari semakin meluasnya persatuan antar sesama Buruh……!!!”.

Ungkapan di atas merupakan jawaban dari petanyaan-pertanyaan yang selama ini dilontarkan oleh mereka yang terlampau jauh meragukan dan mengerdilkan gerakan buruh. Protes dalam bentuk unjuk rasa, dipandang oleh mereka sebagai sesuatu yang sia-sia dan tidak berguna sama sekali, dengan dalih bahwa, “Bagaimanapun besar dan rajinnya buruh melakukan aksi protes, toh kebijakan yang merugikan tetap tidak mampu kita tolak dan pasti akan tetap diberlakukan oleh Pemerintah”. Bagi kita, factor utama dari perjuangan buruh untuk menggapai cita-cita kesejahteraan, adalah kesabaran dalam bertindak serta ketekunan dalam bekerja. Kita harus meyakini bahwa perjuangan yang kita lakukan,tidak akan pernah berhasil hanya dengan sekali pukul, namun harus dilakukan berkali-kali. Layaknya batu karang yang paling keras sekalipun, pada akhirnya harus lapuk akibat terjangan ombak yang dating tak henti-hentinya. Disinilah arena pengujian komitmen kita bersama-sama, bahwa untuk memperjuangkan sesuatu, tidaklah cukup hanya dengan segelintir orang, akan tetapi harus dilakukan dengan persatuan dan kebersamaan. Pepatah kuno yang yang dianggap usang dan ketinggalan zaman, bagi kami terasa masih tepat untuk menggambarkan kondisi ini, “Bercerai kita runtuh, bersatu kita teguh. Sendiri kita loyo, beramai-ramai kita pasti akan bersemangat”.


Persatuan merupakan media untuk mensolidkan sebuah kekuatan. Semakin besar tembok yang kita bangun dari kumpulan batu bata, maka semakin kokoh pula tembok itu berdiri. Untuk merobohkannya, tentu terasa amat sulit bagi siapapun. Dalam konteks gerakan rakyat hari ini, terjadi sebuah fenomena kebuntuan yang justru malah menajdikan gerakan itu kerdil. Watak egois kelompok (Sektarian), arogansi dan pengkotak-kotakan yang sengaja dibangun, justru semakin menyebabkan terjadinya perpecahan dimana-mana. Bukankah musuh bersama yang tengah dihadapi sama?, bukankah prinsip pro terhadap rakyat adalah kesatuan prinsip yang kita pegang teguh?, bukankah keinginan kita untuk melepaskan rakyat dari belenggu penjajah asing adalah mutlak?, lantas apa yang menghalangi kita untuk bersatu?. Jika situasi ini terus kita biarkan begitu saja, maka kegagalan adalah hal yang sangat mungkin kita alami. Pengalaman telah berbicara banyak, bahwa keengganan bersatu, hanya akan melahirkan kebuntuan politik. Mari kita meneguhkan hati dan mencoba untuk memperbaikinya demi kemajuan kita gerakan kita bersama kedepan…!!!

Mungkin bagi sebagian organisasi atau kelompok gerakan, sulit mempecayai kelompok lain, atau mungkin lebih parahnya lagi, banyak diantara kelompok gerakan yang berpikiran bahwa menyatukan gerakan melalui wadah bersama, hanya akan menimbulkan kecurigaan dan kewaspadaan yang justru akan menyebabkan ketidakfokusan dalam merespon sebuah agenda. Walhasil, kecenderungan yang munculpun adalah sulitnya bertemu dalam sebuah front atau aliansi. Isu sama, program dan tuntutan seragam, akan tetapi bertindak sendiri dengan arah dan jalur yang berbeda, bukankah merupakan sebuah pemandangan yang menggilitik bagi kita???. Memang terasa aneh bergaul dengan lingkungan dan wajah baru, sangat berbeda dengan teman seorganisasi yang sudah kita kenal bertahun-tahun. Namun ini bukanlah alasan rasional untuk menolak kerja bersama dengan kelompok dan organisasi lain yang notabene memiliki tujuan yang sama dengan kita. Sudah saatnya kita melepas seragam, menolak warna dan menjunjung tinggi solidaritas antar sesama tanpa harus memandang darimana dan dengan alat apa seseorang berjuang. Kita harus lebih terbuka kepada siapa saja (individu maupun kelompok), mengikis semua kecurigaan yang muncul tanpa fakta. Ciri utama dari gerakan rakyat yang betul-betul menjunjung tinggi nilai perjuangan adalah kedewawasaan dalam berpolitik dan profesionalisme kerja dalam
bertindak atas nama kepentingan rakyat….!!!.

Untuk itu, Aliansi Buruh Menggugat (ABM) Kalimantan Timur, diharapakan kedepan agar mampu menjadi corong persatuan bagi kaum buruh di Kalimantan Timur. Sebab tanpa persatuan, maka cita-cita serta keinginan kita untuk mencapai hidup yang lebih sejahtera, hanya akan tinggal mimpi di siang bolong. Pengalaman telah mengajarkan banyak kepada kita, bahwa hanya dengan pesatuan, maka kemenangan akan mampu kia raih. Hanya dengan bersatu untuk bejuang bahu-membahu, maka tembok ketidakadilan setinggi dan sekeras apapun, akan mampu kita robohkan.

Aliansi Buruh Menggugat (ABM) merupakan alat kita bersama untuk berjuang menggapai kesejahteraan kita, juga merupakan sekolah kita bersama dimana kita bisa belajar dan mendidik kegigihan semangat kita. Maka sepatutnyalah jiwa persatuan itu harus kita junjung setinggi-tingginya, satu disakiti, semua turut merasa dilukai, satu di PHK semua harus bersatu mogok kerja.

Sebagai bagian terakhir dari deklarasi ini, maka mari kita ikrarkan sumpah bersama-sama berikut ini :

“Kami kaum buruh Indonesia bersumpah, akan senantiasa menggalang dan memelihara persatuan, tanpa memandang asal-usul, suku, agama dan sekat-sekat perusahaan”
“Kami kaum buruh Indonesia bersumpah, akan senantiasa berjuang tanpa mengenal lelah hingga cita-cita kesejahteraan kita terpenuhi”
“Kami kaum buruh Indonesia bersumpah, akan senantiasa bertindak dengan jiwa dan hati nurani berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan”.


Mari kita tutup dengan bersama-sama menyanyikan lagu persatuan kaum buruh se-dunia, “INTERNATIONALE”, dengan mengacungkan tangan kiri ke atas.

Demikian pernyataan deklarasi Aliansi Buruh Menggugat (ABM) Kalimantan Timur.

Hidup Buruh…….
Hidup Buruh…….
Buruh Bersatu, Tak Bisa Dikalahkan!
Buruh Bergerak, Tolak PHK!
Buruh Berontak, Tolak Sistem Kontrak!


Samarinda, 2 November 2008

Tolak SKB 4 Menteri, Wujudkan Upah Layak Bagi Kaum Buruh Kalimantan Timur

Krisis ekonomi internasional yang terjadi dewasa ini, merupakan buah dari sistem busuk yang kita sebut dengan sistem kapitalisme. System ekonomi penghisap ini telah memporak-porandakan kehidupan manusia dibelahan dunia manapun, tak terkecuali Indonesia. Dengan jargon kesetaraan dunia tanpa batas, trend pasar bebas-pun dijadikan sebagai palang pintu masuk untuk merampok dan menjarah kekayaan alam Negara-negara dunia ketiga. Akan tetapi yang terjadi sebaliknya, pasar bebas yang mengabdi kepada mekanisme pasar, justru semakin membuat rakyat dunia ketiga semakin miskin. Bahkan krisis dunia yang terjadi sekarang ini, tak pelak juga ikut menyeret arus ekonomi domestik Negara kita untuk berbenah dan mengantisipasi krisis, termasuk disektor ketenagakerjaan tentunya. Pemerintah pada tanggal 24 oktober, melalui 4 (empat) menteri sekaligus, yakni ; Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Suparno, Menteri Perindustrian Fahmi Idris, Menteri Dalam Negeri Mardiyanto dan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, telah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama nomor PER.16/MEN/X/2008, 49/2008, 922.1/M-IND/10/2008 dan 39/M-DAG/PER/10/2008, tentang “Pemeliharaan momentum pertumbuhan ekonomi nasional dalam mengantisipasi perkembangan perekonomian global”. Sekaligi lagi, kaum buruhlah yang menjadi korban akibat krisis kapitalisme dunia ini, dengan terbitnya Surat Keputusan Bersama tersebut.

Dalam SKB ini, disyaratkan bahwa untuk mengantisipasi gejolak ekonomi dalam Negara Indonesia, termasuk di daerah, maka Upah Minimum sebagai salah satu komponen dalam ketenagakerjaan harus dibahas secara “BIPARTIT”, antara pihak pengusaha dan buruh (Pasal 2 Huruf a point 2 dalam SKB). Ini jelas merupakan sebuah pukulan telak terhadap kaum buruh, mengingat upah akan diserahkan sepenuhnya dalam mekanisme pasar, dimana pemerintah tidak lagi memiliki peran apa-apa dalam menentukan komponen upah minim tersebut. Padahal Undang-undang telah mengatakan secara jelas bahwa komponen Upah minimum menjadi kewenangan penuh pemerintah untuk menetapkannya (Pasal 88 ayat (2) dan pasal 89 ayat (3) Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan), berdasarkan rekomendasi dari Dewan pengupahan propinsi/kabupaten/kota masing-masing daerah (Pasal 21 dan pasal 38 Keppres Nomor 107 Tahun 2004 tentang Dewan Pengupahan). Penetapan SKB ini juga telah melanggar syarat hierarki pembentukan peraturan perundang-undangan, dimana SKB tersebut sangat bertentangan dengan Undang-undang di atasnya, yakni Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Dari situasi tersebut di atas, maka kami dari Aliansi Buruh Menggugat (ABM) Kalimantan Timur, menyatakan sikap secara tegas :
1. Menolak Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 menteri Nomor : PER.16/MEN/X/2008, 49/2008, 922.1/M-IND/10/2008 dan 39/M-DAG/PER/10/2008, tentang “Pemeliharaan momentum pertumbuhan ekonomi nasional dalam mengantisipasi perkembangan perekonomian global”, dimana dalam SKB tersebut, Upah minimum disyaratkan untuk dibahas dalam mekanisme bipartite, yang berarti menghilangkan mekanisme penetapan sebelumnya yang telah diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Bahwa Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 menteri ini, telah melanggar hierarki perundang-undangan, sebagaimana yang telah diatur dalam ketentuan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
3. Bahwa pembahasan komponen Upah Minimum secara “BIPARTIT”, sebagaimana yang diatur dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 menteri tersebut, secara nyata telah melepaskan tanggung jawab pemerintah dalam bidang ketenagakerjaan yang memang telah menjadi kewajiban Negara terhadap warganya, khususnya kepada kaum buruh.
4. Bahwa Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 menteri ini, secara nyata telah melemahkan posisi dan persatuan kaum buruh, sebab jika pembahasan upah minimum dilaksanakan dalam forum “BIPARTIT”, maka pengkotakk-kotakan akan semakin luas dikalangan kaum buruh, yang berate semangat persatuan kaum buruh akan terkubur dengan sendirinya.
5. Meminta dengan tegas kepada pemerintah provinsi Kalimantan Timur, agar pembahasan komponen Upah minimum tetap dibahas dalam ketetuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan mengacu kepada Kebutuhan Hidup Layak (KHL) Provinsi Kalimantan Timur.
6. Menyerukan kepada seluruh kaum buruh di Kalimantan Timur, agar merapatkan barisan, menyatukan kekuatan untuk menggalang tuntutan penolakan terhadap Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 menteri ini.

Demikian pernyataan sikap ini kami buat. Semoga persatuan kaum buruh Kalimantan Timur terus berkobar demi perjuangan kita bersama dalam merebut hak-hak kita yang selama ini telah dirampas.


Samarinda, 30 Oktober 2008



Aliansi Buruh Menggugat
( A B M )
Kalimantan Timur



Phitiri Lari
Koordinator