Kamis, Juni 26, 2008

DPRD Kaltim Didatangi Ribuan Buruh

25/06/08 18:15
Samarinda (ANTARA News) - Ribuan pengunjuk rasa dari berbagai serikat pekerja dan buruh, elemen mahasiswa serta LSM yang tergabung dalam Aliansi Buruh Menggugat (ABM) dan Front Pembebasan Nasional (FPN), mengepung kantor DPRD Kaltim, Rabu. Selain menutup pintu masuk ke kantor DPRD Kaltim, aksi unjuk rasa yang dijaga ratusan personil Dalmas (Pengendali Massa) Satuan Samapta Poltabes Samarinda itu, juga berlangsung di depan pintu keluar DPRD Kaltim.

Aksi itu sempat memanas saat ratusan buruh membakar ban bekas persis di pintu masuk kantor DPRD Kaltim. Bahkan, beberapa buruh dan mahasiswa sempat mendobrak pintu gerbang kantor DPRD Kaltim, sehingga polisi langsung membuat barikade untuk mengantisipasi aksi anarkis para demonstran. Selain menolak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak dan meminta pemerintah segera menurunkan harga sembilan bahan kebutuhan pokok (sembako) demonstran juga menuntut revisi UMP (Upah Minimum Provinsi) sebesar Rp 813.000 sesuai KHL (Kebutuhan Hidup Layak) sebesar Rp 1.389.560.

"UMP harus sesuai dengan KHL, bukan justru sebaliknya. Salah satu imbas kenaikan harga BBM, yakni semakin melambungnya harga sembako, sehingga, pemerintah provinsi harus menyesuaikannya," kata Humas aksi unjuk rasa buruh, Yohannes Da Silva kepada ANTARA di sela-sela aksi unjuk rasa. Secara bergantian, perwakilan serikat pekerja, mahasiswa dan LSM melakukan orasi, sementara sebagian buruh membagi-bagikan selebaran kepada warga. "Aksi ini akan terus kami lakukan hingga tuntutan kami dipenuhi oleh perusahaan," ungkap Yohannes Da Silva. Setelah bernegosiasi, polisi akhirnya mengizinkan 17 perwakilan pengunjuk rasa menemui anggota DPRD Kaltim untuk menyampaikan aspirasinya.

Perwakilan buruh dan mahasiwa diterima Ketua Komisi I DPRD Kaltim Zulkifli Alkaf. SH, bersama Ketua Dewan Pengupahan Provinsi (DPP), drs. H. Masri Hadi. Dalam rapat yang sempat berjalan alot itu disepakati, UMP Kaltim sebesar Rp1.389.560 dan keputusan itu diserahkan sepenuhnya ke Gubernur Kaltim. "Kami masih menunggu Surat Keputusan (SK) revisi UMP Kaltim, yang akan ditetapkan Gubernur Kaltim, sesuai usulan rapat yakni paling lambat tanggal 10 Juli 2008. Jika waktu yang ditetapkan tetapi belum ada keputusan, maka kami akan kembali menggelar aksi unjuk rasa dengan massa yang lebih besar," ancam humas aksi unjuk rasa buruh tersebut.

Aksi berakhir pukul 13.30 Wita. Namun, ratusan buruh kembali melanjutkan aksi dan bergabung dengan mahasiswa yang melakukan aksi mogok dengan cara jahit mulut di pintu masuk Kampus Universitas Mulawarman (Unmul).(*)

UMP KALTIM NAIK MENJADI Rp 1.389.560

Kamis, 26-06-2008 | 04:00:00
SAMARINDA, TRIBUN - Keinginan para buruh di Kaltim mengenai adanya kenaikan standar Upah Minimum Provinsi (UMP) akan segera terwujud. Hasil pertemuan Disnakertrans Kaltim, DPRD dan sejumlah perwakilan buruh maupun Serikat Pekerja di Gedung DPRD Kaltim, Rabu (25/6) akhirnya menyepakati kenaikan UMP 2008 menjadi Rp 1.389.560.

Sebelumnya, UMP Kaltim 2008 hanya Rp 815.000. Tingkat kenaikan yang mencapai 70 persen ini, menurut juru bicara Front Pembebasan Nasional (FPN) Phitiri Lari, didasarkan atas kondisi nyata di lapangan mengenai tingginya kebutuhan hidup. Setelah naiknya barang-barang berikut kenaikan BBM, kebutuhan hidup layak (KHL) di Kaltim kontan melonjak 100 persen.Menurut rencana, UMP baru ini akan segera dibuat surat keputusannya. Paling lambat tanggal 10 Juli 2008, Gubernur Kaltim sudah membuatkan SK. Dengan begitu, mulai pertengahan tahun ini, UMP baru sudah harus diberlakukan.

"Yang pasti pada pertengahan tahun ini, UMP Kaltim sudah harus direvisi. Kesepakatannya tanggal 10 Juli sudah di SK-kan gubernur," tegas Phitiri. Pada pertemuan kemarin, tak seorang pun pihak Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) yang ikut. Padahal sebelum pertemuan dimulai, Ketua Dewan Pimpinan Provinsi Apindo Kaltim Gunawan Wibowo terlihat berada di gedung dewan.Pembahasan revisi UMP pasca kenaikan harga BBM ini, adalah pertemuan kesekian kalinya. Pada pertemuan di DPRD Kaltim tanggal 13 Juni, Gunawan menyatakan menyetujui kenaikan UMP, tapi pihak anggota dewan pengupahan dari unsur Apindo walk out, karena tak sepakat dengan pernyataan Gunawan.

Sebelum disepakati revisi UMP, ribuan buruh lebih dulu berunjuk rasa damai, baik di Kantor Gubernur maupun di DPRD Kaltim. Seperti terjadi kemarin, aksi unjukrasa masih mewarnai. Ada dua aksi yang sama, yang dilakukan oleh Serikat Pekerja Kahutindo dan FPN. Bedanya, selain menuntut revisi UMP, FPN juga menyerukan diturunkannya harga BBM dan kebutuhan bahan pokok serta nasionalisasi aset negara di bawah kontrol rakyat. Massa FPN juga sempat mengecam tindakan represif yang kerap dilakukan aparat keamanan terhadap masyarakat, seperti peristiwa di Universitas Nasional yang memakan korban jiwa. Usai unjuk rasa, massa FPN berkonvoi menuju posko mahasiswa yang melakukan aksi jahit mulut di Unmul, sebagai bukti solidaritas terhadap perjuangan mereka. Pertemuan kemarin dipimpin Wakil Ketua Komisi I DPRD Kaltim Zulkifli Alkaf dan dihadiri Kepala Disnakertrans Kaltim Masrie Hadi serta sejumlah anggota dewan, di antaranya Husni Thamrin, Hj Djubaidah Nukhtah, Darlis Pattalongi, Sutarno Wijaya, dan Entjik Widyani. (mei)

Selasa, Juni 24, 2008

MAHASISWA SAMARINDA JAHIT MULUT


Selasa, 24-06-2008 | 04:00:00
SAMARINDA, TRIBUN - Beberapa mahasiswa Universitas Mulawarman (Unmul) melakukan mogok makan dengan cara yang lebih ekstrem: menjahit mulut! Aksi di kampus Unmul di Gunung Kelua, Samarinda, Senin (23/6) itu mereka lakukan sebagai protes terhadap pemerintah yang menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Keprihatinan atas kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) melatarbelakangi aksi tujuh anggota Forum Aksi Kota Samarinda (Faksi) yang menggelar aksi jahit mulut dan mogok makan di kampus Universitas Mulawarman (Unmul), Gunung Kelua, Samarinda, Senin (23/6). Tujuh anggota Faksi tersebut masing-masing Gito Gamas mahasiswa Fisipol Unmul 2006, Eka Fauzi mahasiswa Fisipol Unmul 2006, Ronny mahasiswa Fisipol Unmul 2006, Heri Setiawan mahasiswa Fisipol Unmul 2003, Edi Susanto Fisipol Unmul 2004, Ahmad Safii dari Komunitas Anak Jalanan, dan Yono siswa SMK PGRI 1 Cendrawasih.

Lima mahasiswa Fakultas Universitas Mulawarman, seorang siswa SMK dan anak jalanan tersebut mulai menggelar aksi sekitar pukul 12.00. Bibir mereka dijahit di sisi kiri dan kanan bibir, sehingga menyulitkan untuk berbicara. Setibanya di posko tepat di jalan keluar Unmul, mereka duduk di bawah tenda. Sebagian juga langsung mengambil posisi berbaring untuk menghemat tenaga. Sementara itu, kawan-kawan mereka membagikan selebaran dan berorasi di luar kampus Unmul. Saat Tribun mencoba berkomunikasi dengan Gito Gamas, salah satu anggota Faksi yang menjahit bibirnya, mahasiswa Fisipol 2006 itu tampak kesulitan membuka mulutnya. Bahkan Gito sempat meringis kesakitan. Gito pun hanya bisa bergumam saja namun tak jelas apa yang dikatakannya. Dengan tatapan kosong, Gito menatap ke depan melihat lalu lalang kendaraan yang melintas di posko tersebut.

Menurut Idham Humas Forum Kota Samarinda, aksi yang dilakukan tujuh kawannya bukan untuk mencari sensasi belaka. "Jadi aksi ini kami lakukan bukan untuk cari popularitas tapi juga bagian dari penegakan reformasi. Sejak masa pemerintahan SBY-JK, sudah tiga kali kenaikan BBM, awalnya naik 30 persen, kedua naik hingga 120 persen dan ketiga naik 30 persen," kata Japun--sapaan akrabnya, saat ditemui di posko di pintu keluar Unmul Jalan M Yamin. Diungkapkannya, aksi jahit mulut dan mogok makan tidak hanya didasarkan kenaikan BBM belaka, keprihatinan terhadap penderitaan rakyat membuat mereka memutuskan untuk melakukan aksi tersebut. "Jadi ini juga bagian dari apresiasi kami terhadap penderitaan rakyat Indonesia. Bukan hanya di Jakarta saja, tetapi masyarakat Kaltim yang disebut-sebut daerah kaya juga merasakan penderitaan ketika BBM dinaikkan," tuturnya. Faksi Samarinda membeberkan lima butir tuntutan mereka yakni tolak kenaikan harga BBM, tolak privatisasi aset, segera turunkan harga sembako, nasionalisasi aset sumber daya alam dan turunkan SBY-JK. Namun bila tuntutan tak kunjung dikabulkan, lantas sampai kapan aksi akan dilakukan? "Kami tidak menargetkan sampai kapan, yang pasti aksi ini kami lakukan sampai kawan kami 'tumbang' atau tidak mampu lagi melaksanakan aksi mogok makan ini. Namun, bila ada relawan baru yang mau ikut maka kami akan melanjutkan aksi ini," kata Japun. Tujuh anggota Faksi tersebut juga akan menginap di lokasi tersebut, hingga aksi mereka mendapat respon. "Bila salah satu kawan kami membutuhkan perawatan maka kami akan segera membawanya ke dokter. Kalaupun aksi ini belum berhasil maka kami tidak akan berhenti dan akan terus melakukan aksi lainnya," ujarnya. (may)

Sumber : Tribun Kaltim, 24 Juni 2008

Sabtu, Juni 21, 2008

MASIH MENGALAMI KETERGANTUNGAN


(Refleksi Terhadap Lemahnya Strategi Pembangunan Ekonomi Kalimantan Timur)
Bagian II
(Disadur dari Harian Kaltim Post, 12 Februari 2008)
Oleh : Herdiansyah hamzah*


“Terjadinya ketimpangan lalu lintas komoditas konsumsi masyarakat, salah satu bentuknya adalah tingkat harga komoditas kebutuhan pokok di Kaltim yang jauh di atas rata-rata di daerah lain. Hal ini dikarenakan barang-barang konsumsi masyarakat lebih banyak dimpor dari luar daerah,terutama produk makanan luar negeri”.

Tengok saja produk-produk makanan buatan Malaysia yang banyak beredar di Kaltim! Suatu pemandangan yang menimbulkan buah pertanyaan ; “Megapa Kaltim hingga saat ini tidak mampu mengembangkan industry diluar Migas secara mandiri?”. Pertanyaan yang sangat mudah dijawab, sebab Kaltim memang masih mengalami ketergantungan yang sangat luar biasa terhadap industri Migas, dibanding upaya membangun industri manufaktur di daerah sendiri. Walhasil, para stakeholder di daerah Kaltim-pun sibuk dengan penataan lalu lintas industri Migas, dibanding mempersiapkan agenda-agenda industirialisasi khususnya dibidang manufaktur. Kal-Tim memang boleh berbangga hati dengan kekayaan alam yang dimiliki, terutama disektor tambang minyak, gas dan batubara, namun tanpa sokongan dari pembangunan industry pokok rakyat, maka efek ketergantungan akan semakin besar. Padahal Kaltim sendiri memiliki asset alam yang cukup potensial disektor pertanian dan tanaman pangan. Di dalam rencana strategis (Renstra) yang dikeluarkan oleh Dinas Pertanian tanaman pangan Provinsi kaltim, nampak jelas bahwa potensi alam disektor ini cukup menjanjikan. Tinggal bagaimana upaya dalam meningkatkan produktifitas saja. Sebab selama ini, hal tersebut kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah. Lemahnya modernisasi teknologi pertanian, kurangnya upaya penambahan mutu hasil pertanian dan pangan, serta fasilitas bahan dasar tani yang tidak memadai, menjadi kendala utama saat ini. Walhasil, Alih teknologi menuju agro industry pertanian-pun hanya sekedar wacana saja dikalangan masyarakat.

Jika seandainya kita ingin sedikit merendah dengan belajar dari strategi pembangunan ekonomi cina, maka formulasi pembangunan industry seyogyanya dapat kita lakukan dengan baik di Kaltim. Praktek pemberdayaan industry kecil-menegah (Home Industry) yang dilakukan Cina dengan penuh kesabaran, tak disangka mampu menuai hasil yang sangat fantastis beberapa tahun kemudian dengan angka pertumbuhan eknomi rata-rata 9-11 persen pertahunnya. Inilah yang sering diistilahkan para pengamat ekonomi dengan program “Loncatan Jauh Ke Depan” yang dilakukan oleh Cina sejak zaman Mao Tze Tung berkuasa. Begitu pula dengan Kuba yang pada awalnya adalah sebuah negeri yang subsisten dengan sektor pertanian sebagai andalannya, kini mengalami kemajuan yang pesat karena digenjotnya pembangunan industri Negara tersebut. Tentunya dengan kemampuan teknologi dan IPTEK dari masyarakatnya, industri Kuba telah berhasil menjamin rakyatnya dapat makan tiga kali sehari. Kekayaan sumberdaya alam dan energi alternatif serta besarnya tenaga produktif (manusia) akan menjadi modal yang cukup untuk mengembangkan sektor industri daerah. Masih banyaknya angkatan kerja yang menganggur akibat terbatasnya kemampuan perekonomian daerah untuk menyerap tenaga kerja akan terjawab jika industri daerah diperkuat.

Cetak biru (blue print) , pembangunan kawasan industri memang agak sedikit melegakan dengan realisasi tiga titik daerah kawasan industri, yakni ; Bontang (Bontang Industri Estate), Banjarmasin (KAPET DAS KAKAB), dan Balikpapan (Kawasan Industri Kariangau-KIK). Namun ketiga kawasan tersebut masih didominasi oleh industri non manufaktur. Bontang Industri Estate misalnya, masih menitik beratkan pada industri kimia yang terlihat dari perusahaan-perusahaan yang ada dalam kawasan tersebut. Dengan asumsi ingin memberdayakan potensi kekayaan alam Kaltim khususnya di sector Migas, bukan berarti Kaltim tidak mampu untuk membangun industri secara massif diluar Migas, terutama disektor manufaktur. Efek domain yang dharapkan akan menjalar didaerah-daerah pedesaan, terasa lamban dan tak terarah jika tidak ada usaha yang lebih kongkrit untuk mencetuskan pogram industrialisasi secara massif. Dalam konsep pembangunan industry, ada beberapa tahapan yang harus dilalui, myakni ; (1). Pembangunan industri dasar, antara lain industri logam (baja), industri listrik, energi, kimia dasar, dsb guna menjamin ketersediaan bahan baku dan bahan bakar industri. (2). Pembangunan industrialisasi pertanian guna menjamin ketersediaan pangan bagi rakyat. (3). pembangunan industri barang-barang modal, yakni industri mesin-mesin, industri pengangkutan, dsb. Dan (4). pengembangan industri barang-barang konsumsi. Tahapan pertama sudah mengarah kepada proses pematangan, dengan menjamurnya industri energi yang dimiliki oleh Kaltim. Namun terlihat stagnan tak bergerak sama sekali dengan mandegnya upaya memabangun industri di luar tambang migas dan abtu bara. Industri dibidang pertanian, barang modal serta konsumsi, masih menjadi sekedar konsep dikepala tanpa pernah terealisasi dengan baik dilapangan.

Permasalahan Sektor Industri Lokal dan Strategi Penguatannya

Relatif masih underdeveloped-nya sektor industri di Kalimantan Timur, diakibatkan oleh beberapa faktor, antara lain ; rendahnya kualitas sumberdaya manusia, rendahnya teknologi dan masih sangat minimnya modal, terutama modal bagi sector industry kecil masyarakat pedesaan (Home Industry). Selain itu, keterbatasan teknologi dan SDM juga dikarenakan oleh terbatasnya dana yang dimiliki oleh para pengusaha-pengusaha lokal. Pada umumnya sedikit sekali perusahaan-perusahaan lokal yang memiliki sendiri lembaga penelitian dan pengembangan sendiri (development research). Salah satu indikator yang bisa digunakan untuk mengukur besarnya dampak dari keterbatasan teknologi dan SDM terhadap kinerja sektor industri adalah tingkat produktivitas, baik secara parsial dari masing-masing faktor produksi yang digunakan (seperti tenaga kerja dan barang modal), maupun secara keseluruhan yang disebut sebagai Total Factor Productivity (TFP). TFP yang dimiliki Kaltim, masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan Daerah-daerah besar lainnya, sehingga menyebabkan rendahnya pertumbuhan industri. Berikut beberapa persoalan yang ada pada sektor industri local Kalimantan Timur.

Hukum Globalisasi pada dasawarsa terakhir ini telah mengalami perubahan dasar dalam pola persaingan dunia dalam produksi maupun perdagangan internasional, dimana “kapasitas teknologi”, menjadi faktor yang sangat penting dalam menentukan persaingan sektor industri manufaktur suatu negara. Kemampuan teknologi tersebut terdiri dari beberapa unsur yang penguasaannya tergantung pada tahap industrialisasi suatu negara. Ada enam kategori kemampuan teknologi : (1). Pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan untuk mengidentifikasikan, mendesain, menyusun, dan menyelenggarakan proyek industri baru atau memperluas serta memodernisasikan proyek industri yang sudah ada. (2). kemampuan produksi yang meliputi segala pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk mengoperasikan suatu pabrik. (3). kemampuan untuk mengadakan perubahan kecil meliputi rekayasa adaptif dan penyesuaian organisatoris untuk mengadakan penyesuaian kecil atau perbaikan incremental secara berkesinambungan baik dalam desain dan kinerja produk maupun dalam teknologi proses produksi. (4). kemampuan pemasaran yang mengacu pada pengetahuan dan keterampilan untuk mengumpulkan informasi mengenai pola permintaan, trend pasar, dan menciptakan saluran-saluran distribusi yang efisien dan efektif. (5). kemampuan dalam hal pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan organisasi dalam memperlancar arus informasi dan teknologi, dan (6). kemampuan dalam melakukan penemuan teknologi baru baik teknologi proses maupun teknologi produk.

Sudah saatnya Kaltim berupaya untuk memabngun industry yang mandiri, modern dan kerakyatan. Mandiri dalam makna, mampu berjalan dengan kemampuan sendiri tanpa harus tergantung dengan pihak luar. Modern dalam arti, mengembangkan industry yang mampu memanfaatkan perkembangan teknologi di abad 21 (dengan kategori teknologi tepat guna tentunya), denan tujuan meningkatkan kualitas produk daerah. Dan kerakyatan sebagai perwujudan industry yang ditopang oleh industri dasar dan industri barang modal dari tenaga produktif yang kita miliki yang betul-betul mampu diarahkan untuk menyokong kehidupan dan kesejahteraan Rakyat Kaltim secara umum.
(Habis)

*Penulis adalah anggota PRP Komite Kota Samarinda

MENDORONG INDUSTRI MANDIRI


(Refleksi Terhadap Lemahnya Strategi Pembangunan Ekonomi Kalimantan Timur)
Bagian I
(Disadur dari Harian Kaltim Post, 11 Februari 2008)

Oleh : Herdiansyah Hamzah*

“sektor industri adalah salah satu variable penentu pembangunan ekonomi suatu daerah, tanpa sokongan industri yang massif, mandiri, modern dan kerakyatan, Maka kita hanya akan menjadi penonton setia di negeri sendiri”

Pengantar
Rakyat Kalimantan timur, pasti sependapat dengan pernyataan, “Kalimantan timur adalah salah satu provinsi terkaya di Indonesia, tapi mengapa angka kemiskinan masih begitu besar?”. Meski pemerintah selalu beralasan bahwa pendatanglah yang menyebabkan tingkat kemiskinan semakin besar, namun tentu hal tersebut tidak akan terjadi sekiranya tingkat serapan tenaga kerja (employment effect) berjalan secara secara linear dengan tenaga kerja yang ada. Banyak variable yang menjadi penyebab, salah satunya adalah pertumbuhan industri lokal daerah yang berjalan lambat. Kemandirian industri lokal menjadi terasing dengan stigma kekayaan Migas & Tambang batu bara yang memang menjadi keunggulan ekonomi komparatif bagi Kaltim. Pola investasi asing yang diharapkan akan mampu membangun ekonomi Kaltim, ternyata tidak secara signifikan melakukan proses alih teknologi di daerah. Dominasi corporate asing-pun masih sangat dominan dalam mengelola kekayaan alam Kaltim. Kontribusi yang diberikan oleh perusahaan-perusahaan asing tersebut terhadap daerah memang besar terhadap pendapatan kas daerah, namun bukankah akan jauh lebih besar jika asset dan kekayaan daerah kita, mampu dekelola sendiri secara mandiri???. Inilah yang menjadi problem pembangunan Kaltim, terkhusus bidang ekonomi yang harus kita jawab secara bersama-sama, baik pemerintah maupun masyarakat.

Kekayaan alam Kaltim memang bisa dikatakan melimpah, terutama disektor Tambang minyak dan gas, namun itu semua tidak berarti apa-apa saat ini. Kalimantan Timur hari ini masih indentik dengan kemiskinan, ketertinggalan dan keterbelakangan dihampir semua bidang dibandingkan daerah-daerah lain yang ada di Indonesia. Angka kemiskinan yang ada di Kalimantan Timur berdasarkan survey dari olahan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), hingga bulan Maret tahun 2007 ini, penduduk Kaltim yang berada di bawah garis kemiskinan berjumlah 324,8 ribu atau sekitar 11,04 persen dari total penduduk Kaltim sebanyak 2.957.465 jiwa. Dibandingkan dengan penduduk miskin pada bulan Juli 2006 yang berjumlah 299,1ribu (10,57 persen), berarti jumlah penduduk miskin meningkat sebesar 25,7 ribu. Jika kita menggunakan standar perhitungan internasional tentang kategori orang miskin (orang yang berpendapatan di bawah 2 Dollar), maka tentu saja angka statistik tersebut di atas akan sepuluh kali lipat jauh lebih memprihatinkan.

Potret Industri Kaltim
Sektor industri lokal di Kalimantan Timur sampai hari ini belum memberikan kontribusi yang begitu signifikan terhadap pembangunan ekonomi daerah. Hal itu dikarenakan sektor industri kita sangat lemah baik itu dalam hal teknologi, kapasitas produksi dan kemampuannya untuk bersaing dengan industri asing. Disamping itu, sektor industri lokal Kaltim juga tidak memiliki platform kerakyatan, yakni sebagai penopang utama bagi kesejahteraan rakyat, melainkan berplatform kapitalism atau ambil untung saja tanpa pertimbangan pembangunan segala bidang yang berkelanjutan (suistanable Development). Kekayaan alam Kaltim, terutama disektor tambang minyak, batu bara dan gas, tidak mampu dimanfaatkan secara optimal oleh industri lokal. Malah perusahaan-perusahaan asinglah-lah yang memanfaatkannya melalui TNC-MNC, yang banyak melakukan eksploitasi terhadap kekayaan alam Kaltim yang tentu saja hasil dan keuntungannya tidak sepenuhnya untuk kepentingan rakyat Kaltim sendiri, melainkan Negara-negara maju pemilik peusahaan-perusahaan tersebut.

Sejak zaman Orde Baru, strategi pembangunan ekonomi yang digunakan sama sekali tidak menyesuaikan diri dengan formulasi kebutuhan pokok masyarakat. Deretan panjang industri yang dikembangkan, mulai dari otomotif, persenjataan hingga pesawat terbang, memperlihatkan betapa terobsesinya kita mengikuti Negara-negara maju yang jauh lebih berkembang. Rata-rata industry yang dikembangkan dizaman Orde Baru, sama sekali tidak sesuai dengan kebutuhan pokok masyarakat pada umumnya. Kenapa bukan industry pemecah kemiri, atau peningkatan produksifitas teknologi pertanian yang lebih kita fokuskan, yang notabene memang telah menjadi problem utama masyarakat kita?. Jika ditarik pada konteks ekonomi Kaltim, maka dapat dipastikan bahwa hasil-hasil produksi Migas dan Batu Bara juga tidak secara utuh akan dikonsumsi masyarakat. Batu bara, gas alam, minyak dll, toh pada akhirnya menjadi komoditas ekspor bagi daerah/Negara lain. Secara umum, Kaltim hanya akan mendapatkan sokongan modal dari hasil pemasaran produksi Migas tersebut. Kaltim secara umum, belum mampu mengembangankan industry modern yang berbasis pada kepentingan rakyat, walhasil, dominasi perusahaan-perusahaan asing yang mengekspolitasi sector tambang minyak, gas dan batu bara di Kaltim, terus memimpin dan mengambil alih perkembangan roda industry di Kalimantan Timur.

Ketergantungan Terhadap Industri Migas
Kaltim tidak bisa dipungkiri merupakan salah satu daerah pengahasil Migas terbesar di Indonesia. Sumber pendapatan utama sebagai penopang pembangunan ekonomi Kaltim sangat mengandalkan sector Migas ini. Keunggulan komparatif (comparative advantage) tersebut telah menjadi nilai tersendiri terhadap arah pembangunan Kaltim kedepan. Namun keunggulan pada sektor Migas ini, tidak disertai dengan pertumbuhan industri manufaktur sebagai salah satu langkah menuju industri yang modern, dengan tujuan untuk menyediakan kebutuhan dasar masyarakat (basic needs approach), khususnya sandang dan pangan. Hal ini tentu akan menyebabkan ketimpangan lalu lintas komoditas konsumsi masyarakat. Salah satu bentuknya adalah, tingkat harga komoditas kebutuhan pokok di Kaltim yang jauh di atas rata-rata di daerah lain.

(Bersambung)

*Penulis adalah anggota PRP Komite Kota Samarinda

Selasa, Juni 17, 2008

HARGA MINYAK NAIK : BURUH MOGOK


Kenaikan Harga minyak mentah dunia yang hingga saat ini telah mencapai level 130 US Dollar, tak ayal telah memaksa Negara-negara di dunia untuk melakukan penyesuaian harga minyak lokal/domestik negaranya masing-masing. Tak terkecuali Indonesia dibawah Pemrintahan SBY-JK yang tidak lain merupakan antek Imperialisme yang pro-pasar bebas. Penyesuaian harga ini merupakan bentuk liberalisasi harga minyak dunia, dimana harga minyak tidak lagi ditentukan oleh regulasi (kebijakan) pemerintahan masing-masing. Akan tetapi harus mengacu kepada tarif iternasional. Hal ini tentu saja memancing ptrotes dari berbagai kalangan, terutama mereka yang sangat dirugikan akibat kebijakan kenaikan harga BBM ini. Buruh, merupakan sector yang paling dirugikan. Kerugian ini menyangkut 2 (dua) hal, yakni : Pertama, kerugian yang merupakan akibat langsung terhadap beban hidup kaum buruh. Misalnya saja , semakin melonjaknya harga-harga kebutuhan pokok, dll. Kedua, kerugian yang merupakan bias dari tempat kerja (perusahaan) masing-masing. Betapa tidak, sektor industri yang juga terkena dampak kenaikan BBM, akan menjadikan PHK sebagai solusi efisiensi perusahaan.

DI KOREA SELATAN, SUPIR TRUK DAN KCTU BERGEJOLAK PROTES KENAIKAN BBM
Aksi mogok para pengemudi truk muatan barang untuk memprotes kenaikan harga BBM yang dimulai tanggal 13 Juni telah mengganggu kelancaran distribusi barang kebutuhan pokok dan bahan baku industri. Menurut pihak berwenang, diperkirakan lebih dari 5.000 pengemudi truk pelabuhan dan pabrik dari seluruh penjuru negeri, ikut serta dalam aksi mogok tersebut. Meskipun demikian, sebagian besar peserta aksi mogok adalah para pengemudi sekaligus pemilik kendaraan niaga yang semakin terbebani oleh melonjaknya harga BBM. Menurut pihak Asosiasi Perdagangan Internasional Korea, aksi mogok itu telah mengakibatkan kerugian sekitar 120 juta dolar sehari, akibat terganggunya kegiatan pengangkutan barang ekonomis. Presiden Korea Selatan Lee Myung-bak menghadapi krisis lebih jauh akibat pemogokan ini. Belum reda protes rakyat soal kebijakan impor daging AS, sekitar 13.000 sopir truk mogok dan aktivitas di pelabuhan utama Korsel terancam terhenti. Aksi mogok sopir truk di Pelabuhan Busan memasuki ini telah memasuki hari ketiga, Minggu (15/6). Serikat sopir truk mulai mogok hari Jumat pekan lalu untuk mendesak pemerintah mengambil langkah menangani dampak kenaikan harga bahan bakar minyak dan menuntut kenaikan biaya transportasi. Para sopir truk mengancam akan menutup Pelabuhan Busan. Mereka mendirikan tenda di dekat pintu masuk pelabuhan. Tidak dilaporkan terjadi kekerasan pada protes hari Minggu. Ancaman tidak cukup sampai di situ. Presiden Lee juga menghadapi ancaman mogok dari serikat pekerja konstruksi dan mobil. Operator pelabuhan hanya bisa menangani 20 persen volume kargo di pelabuhan. Sejumlah terminal peti kemas sudah terlalu penuh dengan kontainer karena truk-truk pengangkut tidak beroperasi. ”Jika situasi bertambah buruk, kami akan mengarahkan kargo ke pelabuhan lain,” kata seorang petugas Pelabuhan Busan. Pelabuhan ini menangani tiga perempat pengapalan kontainer Korsel. Pabrik baja dan elektronik Korsel terpaksa menunda pengiriman karena aksi mogok berlangsung di 10 pelabuhan besar dan dua terminal kargo. Otoritas mengerahkan sopir truk militer untuk memindahkan kargo ke kereta guna mengurangi dampak aksi tersebut. Setelah menggelar pertemuan, Minggu, pemerintah dan partai berkuasa di Korsel memperingatkan bahwa sopir truk yang mengganggu aktivitas kargo akan dikenai tindakan tegas. Kepolisian Busan mengeluarkan surat perintah penangkapan atas sopir truk yang mencoba menghalangi sopir non-anggota serikat melakukan tugasnya.

Serikat Konfederasi Perdagangan Korea (KCTU) akan mengumumkan hasil pemungutan suara, Senin, soal aksi mogok. KCTU memiliki lebih dari setengah juta anggota, termasuk pekerja logam yang memasok bahan baku pembuat mobil utama Korsel, Hyundai Motor Co. ”Saat kami memperoleh persetujuan anggota, kami akan mengumumkan detail tentang waktu dan skala aksi,” kata Woo Moo-sook, juru bicara KCTU. Seusai bertemu dengan pemimpin oposisi, Minggu, Presiden Lee mengatakan bahwa membendung inflasi akan menjadi prioritas kebijakannya. Lee juga mengakui bahwa kebijakan menuju pertumbuhan ekonomi tinggi tidak bisa mengatasi kesulitan saat ini. Berbagai aksi mogok di seantero Korsel memperdalam krisis di sekitar Lee. Popularitasnya merosot hingga di bawah 20 persen hanya tiga bulan setelah resmi memerintah. Menteri Keuangan Kang Man- soo mengatakan bahwa pemerintah tengah meninjau ulang kebijakan untuk meredakan kemarahan rakyat. (afp/reuters/fro).

DI SPANYOL, PRANCIS DAN PORTUGAL
Ribuan sopir truk di Spanyol, Perancis, dan Portugal mogok, Senin (9/6), memprotes kenaikan harga bahan bakar. Antrean panjang kendaraan di kota-kota besar Eropa dan di perbatasan Spanyol- Perancis mencapai lebih dari 10 kilometer akibat aksi mogok tersebut. Serikat sopir truk Spanyol, Fenadismer, yang mewakili sekitar 70.000 sopir truk, menyatakan, aksi mogok itu akan berlangsung dalam jangka waktu tak terbatas. Para sopir truk telah membuat blokade di seantero Spanyol untuk mendukung aksi mogok.
Mereka menuntut bantuan pemerintah untuk mengatasi dampak kenaikan harga bahan bakar yang mencapai 35 persen. Pemerintah Spanyol menawarkan pengucuran kredit bagi para sopir truk, tetapi mereka menganggap langkah itu tidak cukup. Di Perancis, truk-truk memenuhi sejumlah jalan tol utama di perbatasan Perancis-Spanyol. Sejumlah sopir truk di kota Perpignan menciptakan kemacetan dan mencegah truk-truk lain melintas. Sekitar 200 truk menyesaki empat jalur utama menuju kota Bordeaux. Antrean kendaraan dilaporkan mencapai 30 kilometer di dalam dan sekitar kota Bordeaux, Perancis.
Para sopir truk di Portugal juga mengancam akan melumpuhkan negara. Menurut kepolisian, truk-truk mereka diparkir di berbagai stasiun pengisian bahan bakar semalaman. Sopir truk yang mogok juga menghalangi jalan masuk ke pabrik-pabrik (BBC News).

DI INDIA DAN MALAYSIA
Di sejumlah negara di Asia, protes menentang kenaikan harga bahan bakar terus berlanjut. Di India, polisi harus menggunakan meriam air dan tongkat pemukul untuk membubarkan pemrotes di Kashmir. ”Turunkan kembali harga minyak tanah, solar, dan gas,” seru para pemrotes. Armada angkutan umum menyerukan protes selama empat hari menuntut pemerintah menaikkan tarif angkutan umum.Protes menentang kenaikan harga bahan bakar juga melumpuhkan Negara Bagian Assam. Kelompok-kelompok suku menyerukan penutupan segala fasilitas publik atau bandh selama 12 jam. Kantor, bank, toko, dan sekolah tutup. Pemerintah India menaikkan harga bahan bakar sebesar 10 persen pekan lalu untuk mengurangi subsidi. Oposisi menyerukan agar rakyat memprotes langkah pemerintah, tetapi sejumlah warga mengeluhkan bahwa protes memperburuk keadaan. Di Malaysia, Perdana Menteri Abdullah Badawi akan mengumumkan langkah-langkah baru guna meringankan beban rakyat akibat kenaikan harga bahan bakar hingga 41 persen. Kenaikan harga bahan bakar juga menyulut protes warga Malaysia. Para sopir truk dan pengusaha angkutan di Korea Selatan berencana menggelar aksi protes menentang kenaikan harga bahan bakar. Protes itu akan menambah beban Presiden Lee Myung-bak yang popularitasnya semakin merosot menyusul kebijakan impor daging sapi asal AS.

PEMOGOKAN SUPIR TRUK DI INGGRIS
Persoalan harga minyak tidak dapat diselesaikan tanpa kerja sama yang baik dari komunitas internasional. Melonjaknya harga minyak telah merembet menjadi masalah lain, seperti inflasi, dan memicu protes di mana-mana karena banyak pemerintah yang memutuskan kenaikan harga bahan bakar minyak. Perdana Menteri Inggris Gordon Brown memperingatkan, Rabu (28/5), dunia sedang menghadapi masalah minyak. Dia mengatakan lagi, tidak mudah mengendalikan harga minyak tanpa kerja sama internasional. Di London, ratusan sopir truk mogok pada Selasa lalu karena menginginkan bantuan pemerintah dalam menghadapi krisis minyak. Di Inggris. harga solar mencapai 2,75 dollar AS atau Rp 25.437 per liter. ”Saya mengerti dampak kenaikan harga minyak ini berdampak pada keluarga di seluruh negeri, tetapi penyelesaian masalah minyak harus diselesaikan secara menyeluruh dengan kerja sama internasional,” kata PM Brown dalam tulisannya di koran The Guardian. Dia mengupayakan pemecahan soal tingginya harga minyak menjadi salah satu agenda pertemuan G-8 (Inggris, Perancis, Italia, Jerman, Jepang, Rusia, Kanada, dan Amerika Serikat) di Jepang pada Juli mendatang. (Kompas. Com).

Rabu, Juni 11, 2008

OUTSOURCING DAN NASIB BURUH


Oleh : Herdiansyah "Castro" Hamzah*

“Buruh dan industri, adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Tanpa Buruh, mesin-mesin di pabrik sana, hanyalah besi tua yang berkarat.
Maka, sungguh naïf jika Negara menafikan posisi kaum buruh sebagai tulang punggung perekonomian”.


Pengantar
Perubahan dalam penerapan hasil teknologi modern dewasa ini banyak disebut-sebut sebagai salah satu sebab bagi terjadinya perubahan sosial, termasuk di bidang hukum ketenagakerjaan. Termasuk logika ekonomi kapitalistik, dimana hubungan produksi serta tenga kerja, dikembangkan secara ekspolitatif, telah memberikan perubahan mendasar pada tatanan sistem masyarakat dunia. Robert A. Nisbet dalam bukunya: “Social Change and History”, menyebutkan bahwa, “perubahan di dalam susunan masyarakat yang disebabkan oleh munculnya golongan buruh. Demikian halnya dengan pengertian hak milik yang semula mengatur hubungan yang langsung dan nyata antara pemilik dan barang, juga mengalami perubahan karenanya”. Sifat-sifat kepemilikan menjadi berubah, oleh karena sekarang “Barang siapa yang memiliki alat-alat produksi bukan lagi hanya menguasai barang, tetapi juga menguasai nasib ribuan manusia yang hidup sebagai buruh” . Dari sinilah landasan awal mengapa dan kenapa nasib pekerja hingga hari ini masih menjadi hal yang mutlak ditentukan sepenuhnya oleh pengusaha. Pekerja menjadi manusia yang tidak bebas, pekerja menjadi layaknya seorang budak yang hidup matinya ditentukan oleh pemiliki modal. Bahkan dewasa ini, muncul trend baru ketengakerjaan yang hakikatnya merupakan wujud legal dari perdagangan manusia oleh manusia layaknyanya barang dagangan (trafficking). Inilah yang sering diistilahkan dengan model dan bentuk sistem kerja fleksibel yang kita sebut dengan, “Outsourcing”.

Istilah outsourcing belakangan ini memang sering diperbincangkan oleh berbagai kalangan, baik mereka yang menganjurkan sistem kerja ini dipraktekkan dalam perusahaan, maupun mereka yang menolaknya dengan anggapan outsourcing merupakan wujud dari pengingkaran serta penghilangan hak-hak dasar pekerja. Outsourcing sendiri mulai ramai diperdebatkan d Indonesia, pasca diterbitkannya Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketengakerjaan, dimana aturan tersebut ditengarai sebagai palang pintu lahirnya sistem kerja outsourcing yang sekarang dipraktekkan dimana-mana. Sebenarnya, didalam undang-undang ini, tidaklah mengenal penyebutan istilah outsourcing. Akan tetapi, pengertian dari outsourcing itu sendiri dapat dilihat dalam bebera ketentuan. Salah satunya adalah yang tertuang dalam pasal 64 Undang-undang ketengakerjaan ini, yang isinya menyatakan bahwa outsourcing merupakan suatu perjanjian kerja yang dibuat antara pengusaha dengan tenaga kerja, dimana perusahaan tersebut dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis.

Sementara dalam konteks hukum, pada pasal 1601 b KUH-Perdata, outsoucing disamakan dengan perjanjian pemborongan pekerjaan. Sehingga pengertian outsourcing secara tersirat dapat diartikan sebagai sebuah perjanjian, dimana pemborong mengikat diri untuk membuat suatu kerja tertentu bagi pihak lain yang memborongkan dengan menerima bayaran tertentu dan pihak yang lain yang memborongkan mengikatkan diri untuk memborongkan pekerjaan kepada pihak pemborong dengan bayaran tertentu.

Outsourcing sendiri secara harfiah berasal dari kata “out” yang berarti keluar dan “source” yang berarti sumber. Dari pengertian tersebut, maka dapat ditarik suatu definisi operasional mengenai outsourcing yaitu ; suatu bentuk perjanjian kerja sama antara perusahaan A sebagai pengguna jasa dengan perusahaan B sebagai penyedia jasa, dimana perusahaan A meminta kepada perusahaan B untuk menyediakan tenaga kerja yang diperlukan untuk bekerja di perusahaan A dengan membayar sejumlah uang, namun upah atau gaji tetap dibayarkan oleh perusahaan B kepada tenga kerja yang disuplay. Tenaha kerja inilah yang disebut dengan pekerj outsourcing. Nah, yang menjadi pertanyaan mendasar sekarang adalah, perusahaan mana yang bertanggung jawab terhadap pekerja outsourcing? Pekerja outsourcing memang disalurkan oleh penyedia jasa, akan tetapi pekerja outsourcing tersebut berhadapan dengan resiko pekerjaan yang akan dialami ditempat dia bekerja. Untuk itu, tulisan ini mencoba sedikit memberikan alasan-alasan mengapa dan kenapa system kerja outsourcing dan kontrak harus kita tolak dalam praktek ketenegakerjaan di Negara kita.

Menelanjangi Kebohongan Pendukung Outsourcing
Berbagai argumentasi yang mengarah kepada pembenaran praktek outsourcing, telah mengemuka dalam masyarakat kita. Bahkan tak sedikit yang terpengaruh, dan berujung dengan kepasrahan untuk menerimanya. Untuk itu, diperlukan sebuah upaya untuk menelanjangi, “bahwa system kerja outsourcing seperti pembenaran yang mereka lakukan, adalah salah didepan keadilan dan kebebasan pekerja”. Mari kita lihat satu persatu argumen-argumen tersebut.

Pertama, mereka mengatakan bahwa dengan praktek outsourcing, maka akan mampu menyerap lapangan kerja dan mengatasi pengangguran. Argumen ini berdasarkan asumsi bahwa jika pola system kerja outsourcing yang diterapkan, maka secara langsung membuka kesempatan bagi siapa saja untuk berkompetisi. Bahkan bagi mereka yang sebelumnya berada pada sektor informal, dapat terseret kedalam sector formal yang lebih terproteksi dan menjanjikan. Pertanyaannya kemudian, apakah pola ini tidak memerlukan pola adaptasi kerja yang lama?. Inilah salah satu kelemahan system kerja outsourcing ini. Harapan untuk meningkatkan kinerja dan keuntungan perusahaan, justru akan menjadi boomerang dikemudian hari. Misalnya saja seorang pekerja tekstil dengan status outsourcing, tentu akan menjadi gagap ketika harus dengan tiba-tiba disalurkan keperusahaan pertambangan atau alat berat. Begitupun sebaliknya, seorang pekerja tambang, tentu akan merasa terasing ketika tiba-tiba harus dislaurkan kesektor jasa atau retail. Bukankah pola ini justru akan berakibat kontra-produktif terhadap kinerja perusahaan?. Apakah ini yang disebut dengan efektifitas kerja dari pola outsourcing?. Sama sekali tidak…….!!!

Kedua, mereka menganggap bahwa dengan praktek kerja outsourcing, maka pendapatan perusahaan akan lebih maksimal, sehingga tingkat upah pekerja akan lebih terjamin (balance of salary). Ukuran stabilitas internal perusahaan ini lebih dititik beratkan pada asumsi bahwa perusahaan tidak lagi dibebankan untuk memikirkan upah pekerja, namun akan lebih focus untuk mengejar target pasar komoditasnya.

Ketiga, outsourcing akan lebih mampu menyerap tenaga kerja tanpa diskriminasi. Alasan ini lebih kepada mengugat pola praktek perusahaan keluarga (closed corporation) yang lebih mengukur serapan tenaga kerja suatu perusahaan berdasarkan garis keturunan dan hubungan kekeluargaan . Hal ini dianggap menghalangi perusahaan untuk memenuhi mekanisme pasar. Dengan praktek outsourcing, tradisi yang sudah using ini akan secara otomatis terkikis. Secara prinsip, outsourcing akan lebih membuka persaingan tenaga kerja yang lebih kompetitif sesuai dengan kehendak dan kebutuhan pasar tenaga kerja.

Kenapa Kita Harus Menolak Outsourcing???
Pertama, sistem kerja outsourcing membuat status hubungan kerja buruh menjadi tidak jelas. Misalnya begini ; jika kita bekerja pada perusahaan A (second company), dimana sebelumnya kita disalurkan oleh perusahaan B (parent company), maka ketika terjadi pelaggaran hak-hak normatif (upah dibayar lebih rendah dari UMP/UMK, jam kerja yang berlebihan, lembur yang tidak dibayar, tunjangan hari raya yang tidak diberikan, pelarangan cuti, PHK, dll), maka akan timbul suatu pertanyaan ; kepada siapa kita harus menuntut? Apakah kepada perusahaan A yang mempekerjakan kita, ataukah kepada perusahaan B yang menyalurkan kita?. Ketidakjelasan ini membuat kita sulit dan bingung mengenai hubungan kerja kita. Bahkan lebih parahnya lagi, baik perusahaan A maupun perusahaan B, saling lempar tanggung jawab terhadap tuntutan yang kita inginkan.

Kedua, outsourcing berakibatkan kepada semakin lemahnya posisi buruh dalam perusahaan. Hal tersebut dilator belakangi oleh status kita yang berbentuk hubungan kerja yang sifatnya sementara dengan masa kerja yang ditetapkan selama kurung waktu tertentu (1 tahun, 2 tahun, bahkan ada yang hanya berkisar 3-4 bulan). Hal ini berakibat semakin kuatnya posisi pengusaha jika berhadapan dengan pekerja, sehingga memberikan ruang yang sangat besar bagi pengusaha tersebut untuk menindas buruh dalam perusahaannya. Pengusaha dapat dengan sewenang-wenang memberhentikan buruh (PHK) sesuai dengan kemauannya. Ketakutan berserikat, berkumpul, menuntu perbaikan, serta menyatakan pendapat-pun menjadi terbatasi akibat posisi tawar buruh yang lemah ini, ditambah ancaman PHK yang sewaktu-waktu dapat dilakukan oleh pengusaha.

Ketiga, outsourcing akan menghilangkan hak serta jaminan masa depan buruh. Apa itu jaminan masa depan?. Sederhananya, merupakan jaminan biaya hidup yang harus dihadirkan oleh perusahaan jika suatu saat nanti buruh sudah tidak memiliki produkstivitas kerja yang baik dan maksimal akibat factor fisik (pension), dan atau penghargaan kerja yang menjadi kewajiban pengusaha akibat terputusnya hubungan kerja (PHK). Sebagai contoh ; Jika bagi mereka yang berstatus pekerja tetap berhak mendapatkan Jaminan Hari Tua (JHT), maka yang bekerja dengan status outsourcing tidak berhak mendapatkan apa-apa. Jika pekerja tetap mendapatkan pesangon pada saat terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), maka pekerja yang berstatus outsourcing jangan pernah berharap akan memperoleh pesangon.

Keempat, outsourcing mempraktekkan dehumanisasi atau pengingkaran hak dasar seseorang layaknya manusia yang bebas dan merdeka. System kerja outsourcing ini sama sekali tidak menghargai buruh layaknya sebagai seorang manusia. Sebab, outsourcing tidak lebih dari bentuk perdagangan manusia kepada manusia lainnya (trafficking). Dimana buruh tak ubahnya seperti barang yang diperjual belikan dengan seenaknya oleh pengusaha.

Kelima, outsourcing akan mengakibatkan tingkat pengangguran yang semakin tinggi. Hal ini disebabkan oleh syarat kerja outsourcing yang menekankan keterampilan kerja (labour skill) yang kompetitif, sementara kondisi buruh di Indonesia sama sekali belum memadai untuk memiliki keterampilan multi-bidang. Misalnya saja seorang buruh disektor informal yang tiba-tiba harus diserap oleh sector formal, maka akan menjadi kontra-produktif akibat adaptasi yang membutuhkan waktu yang lama.

Keenam, outsourcing akan semakin meminimalisir fungsi dan peran serikat (worker’s organization) dalam perusahaan, bahkan akan dihilangkan sama sekali jika perusahaan menghendakinya. Hal tersebut dikarenakan hubungan kerja kita dalam perusahaan akan lebih bersifat individu, antara pekerja dengan pengusaha. Dengan demikian upaya perjuangan hak dan kepentingan kita melalui serikat, akan semakin terbatasi secara langsung, terlebih ketika ancaman PHK oleh perusahaan semakin mudah dilakukan setiap saat akibat posisi tawar yang lemah tersebut.

Jika praktek outsourcing ini terus terjadi, dan bahkan semakin meluas, maka dapat dipastikan bahwa buruh sepenuhnya akan menjadi sapi perah bagi yang mengupahnya. Buruh tak akan mampu berdiri sendiri sebagai seorang pekerja yang memiliki derajat layaknya seorang manusia yang berhak mendapatkan hak secara jasmani dan rohani.

*Penulis adalah anggota Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP) Samarinda

KENAIKAN BBM ; DERITA RAKYAT

(UPAYA UNTUK MEMBONGKAR KEBOHONGAN PUBLIK)
Oleh : Herdiansyah "Castro" Hamzah

Pengantar
Judul diatas tentu membuat makna tersirat akan arti penting suatu komoditas energi dasar yang kita sebut Bahan Bakar Minyak (BBM). Indonesia sendiri merupakan salah satu Negara pengekspor minyak dunia, yang tergabung dalam OPEC. Pada era tahun 80-an, bahkan Indonesia mendapatkan berkah yang sangat melimpah ketika tingkat harga minyak mentah dunia mengalami kenaikan . Namun sekarang, siapa yang menyangka bahwa justru Negara kita termasuk salah satu dari sekian banyak Negara yang paling panik dan gelisah dengan kenaikan harga minyak mentah dunia. Hingga hingga detik ini, kisaran harga minyak mentah dunia telah mencapai angka US $ 120/barel atau sekitar Rp. 1.116.000,-/barel atau Rp. 7018,-/liter . Logika-nya, sebagai Negara penghasil dan pengekspor minyak, seharusnya Negara kita mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda dengan kenaikan harga minyak mentah dunia ini. Namun yang terjadi justru sebaliknya, Negara kita justru defisit. Jadi sekalipun Bangsa Indonesia memiliki sedikitnya 329 Blok/Sumber Migas dengan lahan seluas 95 juta hektar (separuh luas daratan Indonesia) dengan cadangan minyak yang diperkirakan mencapai 250 sampai dengan 300 miliar barel (hampir setara dengan Arab Saudi sebagai produsen minyak terbesar di dunia saat ini) dengan total produksi minyak mentah hari ini mencapai 1 juta barel per hari atau 159 juta liter per hari, tetap tidak bermanfaat bagi kehidupan Rakyat Indonesia, jika masyarakat dipaksa untuk membeli mahal asset alam kita sendiri.

Kebijakan yang Irasional
Kenaikan harga minyak mentah dunia, menuntut Pemerintah untuk buru-buru mengkampanyekan situasi ini yang dianggap membahayakan anggaran Negara jika tidak diantisipasi secepat mungkin. Asumsi pemerintah mengatakan bahwa, semakin melonjaknya harga minyak mentah dunia tersebut, akan menyebabkan kenaikan subsidi dalam negeri sebesar 21,4 trilyun rupiah, sementara negara tidak mempunyai anggaran, sehingga mau tidak mau, harga BBM dalam negeri harus di naikan sesuai dengan harga BBM Internasional. Dewasa ini, pemerintah sering melontarkan pernyataan sebagai upaya pembenaran tindakan untuk menaikkan harga BBM ini. Namun apakah pernyataan tersebut sesuai dengan fakta, atau justru menjadi sebuah bentuk kebohongan terhadap masyarakat. Mari kita lihat satu persatu. Pertama, pemerintah selalu mengatakan bahwa harga BBM Indonesia adalah yang termurah dibandingkan Negara-negara lain. Kenyataannya di Venezuela, harga bensin hanya seharga Rp. 460,-/liter, di Turkmenistan hanya sekitar Rp. 736,-/liter, Iran sebesar Rp. 825,-/liter, dan Nigeria hanya Rp. 920,-/liter . Bandingkan dengan harga bensin dalam negeri kita yang mencapai Rp. 4.500,-/liter, tentu sangat tidak realistis bagi sebuah Negara pengekspor minyak seperti Indonesia, yang seharusnya mampu mneyediakan layanan harga BBM yang lebih murah bagi masyaratnya. Pada sisi yang lain, pernyataan bahwa harga minyak kita adalah yang paling murah juga terbantahkan dengan tingkat harga Pertamax Negara kita sebesar Rp 8.700/liter yang lebih mahal daripada harga bensin di AS (importir minyak terbesar) yang hanya Rp 8.464/liter. Padahal penghasilan rakyat AS sekitar US$ 37 ribu per tahun sementara Indonesia cuma US$ 810/tahun . Tentu kondisi ini tidak bisa dijadikan tolak ukur sama sekali, sebab tingkat pendapatan penduduk perkapita, juga turut menentukan harga jual minyak suatu Negara. Kedua, pemerintah selalu mengasumsikan kenaikan harga minyak dunia, sebagai ancaman terhadap angaran Negara dalam APBN, terutama menyangkut pembengkakan anggaran untuk subsidi sector publik (baca ; BBM). Pemerintah berujar bahwa Negara akan menanggung rugi hingga Rp. 123 trilyun per tahun jika harga BBM tidak naik. Padahal kenyataannya pemerintah dengan harga minyak Internasional mencapai US$ 125/barrel tetap untung Rp 165 trilyun per tahun jika manajemennya benar karena impor sebenarnya kurang dari 20% kebutuhan minyak kita. Seperti yang kita ketahui, bahwa kebutuhan konsumsi minyak dalam negeri kita mencapai 1,2 juta bph, sedangkan produksi minyak kita sekitar 1 juta bph. Jadi yang kita impor sekitar 0,2 juta bph. Hitung-hitungannya, Jika harga minyak Internasional US$ 125/barrel dengan jumlah impor 200 ribu bph, maka pemerintah Indonesia dengan harga minyak Rp 4.500/liter (atau sekitar US$ 77/barol) akan mendapatkan keuntungan sebesar US$ 49,4 juta per hari atau sekitar Rp 165,8 Trilyun dalam setahun (dengan kurs 1US$ = Rp 9.200,-). Jadi, suatu pembohongan publik jika dikatakan Negara kita rugi Rp 123 Trilyun!. Ketiga, pemerintah selalu menuding rakyat-nya sendiri sebagai rakyat yang sangat boros menggunakan BBM. Bahkan kampanye upaya penghematan diberbagai media cetak maupun elektronik, sangat gencar dilakukan. Padahal, jika dibandingkan dengan Negara lain, masalah pemborosan minyak, Indonesia berada dirangking 116 di bawah Negara-negara Afrika seperti Namibia dan Botswana. Keempat, dan ini bagian yang paling menarik, yakni ; pemerintah selalu mengatakan bahwa tingkat subsidi yang tinggi terhadap BBM, hanya akan membantu golongan kaya di Negara kita. Bahkan Wakil presiden, Yusuf Kalla, mengkritik para pendemo anti kenaikan BBM, sebagai kelompok yang memperjuangkan orang kaya. Pertanyaannya kemudian adalah, “apakah mayoritas orang miskin tidak menggunakan BBM?”. Hanya mereka yang tidak tahu keadaan orang miskin yang akan mengatakan tidak!!!. Pengguna BBM justru adalah mayoritas orang miskin, semisal ; supir bus, metromini, mikrolet, supir pengangkut barang, nelayan, tukang ojek dll. Bukankah jika BBM naik, mereka yang akan dirugikan?. Bukankah jika BBM naik, maka harga kebutuhan pokok, produksi barang, dll juga akan menyesuaikan harga, siapa yang akan rugi kalo bukan orang miskin. Bukankah jika harga BBM naik, maka tarif angkutan umum juga akan ikut naik, dan siapa yang akan dirugikan jika bukan penumpang yang mayoritas adalah mereka yang miskin. Mobil mewah yang beredar dinegara kita hanya sekitar 5 % dari total kendaraan, atau sekitar 10 juta saja. Bandingkan dengan kendaraan seperti motor, angkutan umum dll yang notabene digunakan oleh mayoritas rakyat Indonesia. Maka dari itu, pernyataan pemerintah yang berdalih jika BBM naik maka akan menyelematkan orang miskin, perlu dipertanyakan, sebab kenaikan BBM justru akan semakin membuat barisan kemiskinan dan pengangguran semakin panjang. Menurut Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Reformasi Pertambangan dan Energi Pri Agung Rakhmanto, (Kompas, (7/5), kenaikan harga BBM sebesar 30 persen berpotensi mengakibatkan orang miskin bertambah sebesar 8,55 persen atau sekitar 15,68 juta jiwa.

Mengapa Harga Minyak Dunia Semakin Mahal?
Pertama, over konsumtif. Dalam artian, tingkat konsumsi minyak yang semakin tinggi oleh Negara-negara maju seperti Amerika yang mencapai 20,59 juta barel per hari, Jepang sebesar 5,22 juta barel per hari, Rusia sebasar 3,10 juta barel per hari, dll. Disamping itu, komsumsi minyak juga semakin meningkat di Negara-negara yang sedang mengalami fase pertumbuhan ekonomi drastis seperti India sebesar 2,53 juta barel per hari maupun Cina sebesar 7,27 juta barel per hari. Ini berarti, total produksi minyak internasional akan lebih banyak diserap dan digunakan oleh Negara-negara tersebut sehinga mengakibatkan distribusi minyak dunia semakin tidak merata. Secara ekonomis, ini menandakan bahwa suplay and demand menjadi tidak seimbang dimana tingkat permintaan minyak jauh lebih tingggi dibandingkan tingkat pewarannya. Gejolak harga minyak dunia-pun menjadi tidak terbendung. Kedua, Ketidakstabilan politik di Negara-negara penghasil minyak. Kenaikan harga minyak mentah dunia, tentu merupakan perkara yang rumit dan berat. Mengapa tidak, hal ini akan semakin mengakibatkan kegoncangan ekonomi (Economic shock) bagi lalu lintas perdagangan dunia. Salah satu penyebabnya adalah ketidakstabilan politik di Negara-negara pengahasil minyak, terutama di daratan timur tengah. Ketidakstabilan politk ini tentu akan mengahambat maksimalisasi produksi minyak dinegara-negara penghasil minyak, sehingga tidak secara total mampu untuk menutupi tingkat konsumsi minyak dunia. Ketidakstabilan politik ini diakibatkan oleh agresi militer serta tekanan politik dari Negara-negara maju yang dipelopiri oleh Negara adidaya, Amerika Serikat. Bayangkan saja, belum habis cerita soal Afganistan dan Irak yang hingga saat ini terus mengalami krisis politik, kini mata dunia dipertontonkan perseteruan antara Amerika dan Iran soal nuklir yang tak habis-habisnya. Belum lagi upaya Amerika untuk terus menekan Venezuela (Negara penghasil minyak terbesar keempat dunia) dengan upaya menggungcang pemerintahan Chavez hingga kini, yang secara tegas menolak kebijakan ekonomi pasar bebas Amerika. Ketidakstabilan politik dari Negara-negara penghasil minyak dunia inilah salah satu penyebab mengapa harga minyak dunia terus melambung tinggi tak terkendali .

Kenaikan BBM ; opsi terakhir ataukah satu-satunya pilihan?
Yang patut kita cermati adalah, sepintas pemerintahan terdengar berupaya untuk meyakinkan masyarakat bahwa’ “Kenaikan harga BBM merupakan opsi terakhir yang akan dilakukan”. Pertanyaan kemudian muncul, lantas opsi apa yang akan dilakukan oleh pemerintah jika memang BBM tidak dinakkan?. Atau adakah alternatif lain selain menaikkan harga BBM yang dimiliki oleh pemerintah sekarang ini?. Pemerintah memang sudah seharusnya dituntut untuk lebih transparan dalam mengambil sebuah kebijakan publik (public policy), terlebih jika kebijakan tersebut dipandang akan sangat merugikan masyarakat luas. Selama ini, pemerintah terkesan hanya menawarkan solusi yang tidak menyentuh akar persaolan, semisal ; kampanye penghematan energi, konversi energy minyak ke gas, atau bahkan himbauan terhadap para pejabat untuk hidup lebih sederhana. Akan tetapi, mengingat kompleksnya persoalan minyak ini, pemerintah seharusnya menyiapkan suatu kebijakan ekonomi dan politik kongkrit yang tidak merugikan masyarakat. Beberapa alternatif solusi yang sebenarnya bisa dilakukan oleh pemerintah adalah; Pertama, pembatasan anggaran pejabat Negara dalam belanja rutin APBN semisal anggaran perjalanan dinas keluar negeri, permahan, hingga fasilitas anggota DPR/DPD dan pejabat eksekutif yang tidak penting lainnya. Termasuk upaya untuk memotong gaji para pejabat mulai dari tingkat pusat hingga daerah, jika perlu gaji tersebut harus mengacu pada upah minimum yanga ada. Hal ini juga dilakukan oleh Negara-negara pro-rakyat seperti Venezuela, Kuba, Iran dll. Disamping itu, pemotongan gaji penjabat ini, juga akan secara langsung memberikan pelajaran bagi para pejabat untuk tutur serta untuk ikut merasakan penderitaan rakyat. Kedua, pengambil alihan perusahaan-perusahaan minyak dan gas (migas) Negara yang selama ini telah dikuasai oleh pihak asing. Seperti yang kita ketahui bahwa pemberitaan selama ini selalu menuding tingkat produksi minyak kita sebagai biang keladi kenaikan harga minyak dalam negeri. Sebenarnya, tingkat produksi kita tidak menurun, namun perusahaan asinglah (TNC/MNC) yang banyak menyerap kekayaan minyak kita ketimbang Negara kita sendiri. Ketiga, penghapusan hutang Negara yang dinilai terlalu banyak memakan budget APBN.

Jika pemerintah tetap tak bergeming untuk menaikkan harga BBM dalam negeri, maka sekali lagi rakyat-lah yang akan menjadi korban. Rakyat-lah yang akan menanggung bebab ekonomi yang kian hari kian sulit. Sudah bisa dipastikan tanpa harus diperdebatkan lagi, bahwa jika harga BBM naik, maka yang akan terjadi adalah, orang miskin akan semakin miskin, dan orang kaya akan semakin diuntungkan. Maka pilihan rakyat untuk mengorganisir diri demi menolak rencana kenaikan BBM ini, adalah hal yang wajar dan memang harus dilakukan.

*Penulis adalah anggota PRP Samarinda